Pengacara Nadiem Makarim Tegaskan Kliennya Tak Terlibat dalam Kasus Pengadaan Chromebook
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim, melalui kuasa hukumnya, Hotman Paris Hutapea, menyatakan bahwa kliennya tidak memiliki komunikasi dengan mantan staf khusus yang saat ini tengah diperiksa oleh Kejaksaan Agung (Kejagung). Penegasan ini muncul seiring dengan pemanggilan beberapa mantan staf khusus Nadiem terkait kasus dugaan korupsi dalam pengadaan Chromebook di lingkungan Kemendikbudristek pada periode 2019-2022.
Dalam konferensi pers yang digelar di Jakarta, Hotman Paris secara gamblang menyatakan bahwa pemanggilan para mantan staf khusus tersebut tidak memiliki kaitan langsung dengan Nadiem Makarim. "Sepanjang menyangkut staf khusus, itu tidak ada kaitannya langsung dengan Pak Nadiem," ujarnya. Pernyataan ini bertujuan untuk meluruskan berbagai spekulasi yang berkembang di publik terkait potensi keterlibatan Nadiem dalam kasus yang tengah diusut oleh Kejagung.
Salah satu mantan staf khusus yang diperiksa, Fiona Handayani, telah memenuhi panggilan Kejagung. Ia tiba di Gedung Bundar Jampidsus didampingi oleh tim kuasa hukumnya. Fiona memilih untuk tidak memberikan komentar kepada awak media yang telah menunggunya, hanya memberikan senyuman singkat sebelum memasuki gedung.
Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, menjelaskan bahwa pemanggilan para mantan staf khusus dilakukan secara bertahap. Sebelumnya, penyidik telah melakukan pencekalan terhadap tiga mantan staf khusus berinisial FH, JT, dan IA karena tidak memenuhi panggilan pemeriksaan. Pencekalan ini dilakukan agar penyidik dapat memperoleh keterangan dari mereka terkait kasus yang sedang berjalan.
Selain pencekalan, penyidik juga telah melakukan penggeledahan di apartemen milik FH, JT, dan IA pada bulan Mei lalu. Dari penggeledahan tersebut, penyidik berhasil menyita sejumlah barang bukti elektronik dan dokumen yang diyakini dapat membantu mengungkap fakta-fakta terkait kasus dugaan korupsi pengadaan Chromebook.
Kasus ini bermula dari adanya dugaan pemufakatan jahat dalam pengadaan digitalisasi pendidikan berupa laptop Chromebook di Kemendikbudristek pada tahun 2019-2022. Penyidik menduga adanya pengarahan tim teknis untuk membuat kajian teknis terkait pengadaan bantuan peralatan yang mengarah pada penggunaan laptop dengan sistem operasi Chrome, meskipun sebelumnya telah dilakukan uji coba yang menunjukkan bahwa penggunaan Chromebook tidak efektif.
Pengadaan Chromebook ini sendiri menelan anggaran yang sangat besar, mencapai Rp9,982 triliun. Anggaran tersebut terdiri dari Rp3,582 triliun dana satuan pendidikan (DSP) dan sekitar Rp6,399 triliun yang berasal dari dana alokasi khusus (DAK). Kejagung terus melakukan penyidikan secara intensif untuk mengungkap pihak-pihak yang bertanggung jawab dalam kasus ini dan memastikan penegakan hukum yang seadil-adilnya.