Polemik Tambang Nikel Raja Ampat, Golkar Soroti Penerbitan Izin Era Sebelumnya
Fraksi Golkar di MPR RI menyoroti polemik izin tambang nikel di Raja Ampat yang menyeret nama Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) saat ini, Bahlil Lahadalia. Melchias Markus Mekeng, Ketua Fraksi Golkar di MPR RI, menegaskan bahwa izin usaha pertambangan (IUP) PT Gag Nikel (GN), anak perusahaan Antam, telah terbit sejak tahun 2017.
Mekeng menilai kurang tepat jika berbagai pihak justru mengkritik Bahlil atas situasi ini. Menurutnya, Bahlil saat ini justru tengah berupaya menindaklanjuti permasalahan yang ada. PT Gag Nikel sendiri mengantongi izin tambang yang berlaku sejak 30 November 2017 hingga 30 November 2047.
"Tidak etis rasanya jika Menteri ESDM saat ini, Bapak Bahlil Lahadalia, disalahkan atas kelalaian pihak lain. Sebagai Menteri ESDM, beliau bertanggung jawab atas tugas dan kewenangan yang diemban saat ini," ujar Mekeng.
Anggota Komisi XI DPR RI ini mendukung langkah responsif Bahlil dalam menanggapi polemik yang berkembang. Bahlil dinilai telah menunjukkan komitmennya dengan meminta seluruh aktivitas pertambangan mematuhi ketentuan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dan regulasi lingkungan hidup yang berlaku.
"Langkah awal yang sangat responsif terhadap kontroversi tambang nikel di Raja Ampat dengan menangguhkan izin tambang di Gag Island dan beberapa pulau lainnya, menyusul protes masyarakat dan tuduhan pelanggaran hukum, patut didukung dan diapresiasi," ungkap Mekeng.
Untuk mengatasi polemik yang terjadi, Mekeng memberikan sejumlah rekomendasi:
- Evaluasi dan Audit Menyeluruh: Mekeng menekankan perlunya evaluasi dan audit secara komprehensif terhadap seluruh izin pertambangan, khususnya di pulau-pulau kecil.
- Penguatan Pengawasan dan Keterlibatan Masyarakat: Mekeng juga menyoroti pentingnya memperkuat pengawasan terhadap aktivitas pertambangan serta melibatkan masyarakat adat dan pemerintah daerah dalam proses pengawasan.
- Pertimbangan Risiko Lingkungan: Jika risiko lingkungan yang ditimbulkan oleh aktivitas pertambangan melebihi manfaat ekonominya, Mekeng merekomendasikan agar pemerintah mempertimbangkan langkah-langkah serius sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
- Rehabilitasi dan Kompensasi: Mekeng juga menyinggung perlunya rehabilitasi lingkungan dan pemberian kompensasi kepada masyarakat terdampak. Dana tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) harus dimanfaatkan untuk merestorasi lingkungan dan mendukung perekonomian masyarakat lokal, dengan pelaksanaan yang diaudit secara publik.
Mekeng mengajak seluruh pihak untuk mendukung langkah-langkah yang telah diambil pemerintah dalam menyelesaikan polemik di Raja Ampat. Ia berharap proses yang ditempuh pemerintah berjalan secara transparan dan akuntabel.
"Seluruh elemen perlu mendukung langkah cepat yang sudah diambil pemerintah dan mengawal proses selanjutnya agar semuanya berjalan transparan dan akuntabel untuk kebaikan Masyarakat lokal, bangsa dan negara," pungkasnya.