Sorotan DPR terhadap Aktivitas Tambang Nikel di Raja Ampat: Antara Konservasi dan Pembangunan
Reaksi Keras Parlemen Terhadap Eksploitasi Tambang Nikel di Raja Ampat
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI menunjukkan keprihatinan mendalam atas operasi pertambangan nikel yang merambah wilayah Raja Ampat, Papua Barat Daya. Kawasan yang terkenal dengan keindahan alam bawah laut dan keanekaragaman hayati yang kaya ini, kini terancam oleh aktivitas industri ekstraktif. Beberapa anggota dewan dari berbagai fraksi, baik yang tergabung dalam koalisi pemerintahan maupun oposisi, menyampaikan kecaman dan desakan agar pemerintah segera mengambil tindakan tegas.
Saleh Partaonan Daulay, Ketua Komisi VII DPR RI, menyerukan evaluasi komprehensif terhadap seluruh perusahaan tambang yang beroperasi di Raja Ampat. Menurutnya, pemerintah harus bertindak tegas dan tidak boleh membiarkan perusahaan yang terbukti merusak lingkungan terus melakukan kegiatan operasionalnya. Prioritas utama, kata Saleh, adalah menjaga kelestarian lingkungan Raja Ampat, karena potensi pariwisata di wilayah tersebut dapat hancur jika eksploitasi tambang terus berlanjut.
Evita Nursanty, Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, menyoroti inkonsistensi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dalam penegakan hukum terhadap pelanggaran lingkungan. Evita menekankan pentingnya penegakan hukum yang adil dan tanpa pandang bulu terhadap semua perusahaan yang melanggar aturan. Ia juga mengingatkan bahwa Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 secara tegas melarang aktivitas pertambangan di pulau-pulau kecil, termasuk Pulau Gag yang menjadi lokasi pertambangan nikel. Aktivitas tambang ini dinilai bertentangan dengan upaya pengembangan pariwisata berkelanjutan di Raja Ampat.
Daniel Johan, Anggota Komisi IV DPR RI, bahkan mendesak pemerintah untuk mencabut seluruh izin tambang nikel di Raja Ampat dan menutupnya secara permanen. Kerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh aktivitas tambang dianggap tidak sebanding dengan keuntungan ekonomi yang diperoleh. Daniel juga meminta agar dilakukan penyelidikan terhadap pihak-pihak yang bertanggung jawab atas penerbitan izin tambang di wilayah yang seharusnya dilindungi oleh undang-undang.
Pemerintah Berjanji Melakukan Evaluasi
Pemerintah, melalui Kementerian ESDM, menyatakan komitmennya untuk melakukan evaluasi terhadap seluruh perusahaan tambang di Raja Ampat. Inspeksi menyeluruh akan dilakukan oleh tim Inspektur Tambang. Pemerintah menyadari potensi pencemaran dan kerusakan lingkungan yang dapat mengancam keanekaragaman hayati Raja Ampat. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) juga akan melakukan peninjauan kembali terhadap persetujuan lingkungan untuk empat tambang nikel di Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya.
Keempat perusahaan tambang yang dimaksud adalah PT Gag Nikel (PT GN), PT Kawei Sejahtera Mining (KSM), PT Anugerah Surya Pratama (ASP), dan PT Mulia Raymond Perkasa (MRP). Namun, hasil pemeriksaan sementara menunjukkan bahwa kegiatan tambang PT GN, anak usaha Antam, relatif memenuhi kaidah-kaidah lingkungan dan tidak menimbulkan dampak serius terhadap lingkungan di Raja Ampat.
KLHK juga menjelaskan bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1999 tentang Kehutanan, aktivitas tambang dilarang di hutan lindung. Namun, PT Gag Nikel bersama 12 perusahaan lainnya memperoleh izin untuk melakukan aktivitas tambang berdasarkan UU Nomor 19 Tahun 2004, yang mengatur mengenai penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2004.
KLHK akan melakukan peninjauan kembali persetujuan lingkungan untuk empat tambang nikel di Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya. Keempat perusahaan tambang tersebut adalah:
- PT Gag Nikel (PT GN)
- PT Kawei Sejahtera Mining (KSM)
- PT Anugerah Surya Pratama (ASP)
- PT Mulia Raymond Perkasa (MRP)