Mira Hayati Terancam 12 Tahun Penjara atas Kasus Kosmetik Ilegal Bermerkuri
Mira Hayati Terancam Hukuman Berat Kasus Kosmetik Ilegal
Persidangan kasus dugaan peredaran kosmetik ilegal yang melibatkan Mira Hayati memasuki babak baru. Jaksa penuntut umum (JPU) mendakwa Mira Hayati atas pelanggaran Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, terkait peredaran kosmetik yang mengandung merkuri tanpa izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Dakwaan ini berpotensi menjerat Mira Hayati dengan hukuman penjara maksimal 12 tahun dan denda hingga Rp 5 miliar.
Bukti yang diajukan JPU memperkuat tuduhan tersebut. Hasil uji laboratorium BPOM Makassar menunjukkan bahwa dua produk kosmetik milik Mira Hayati, yaitu MH Cosmetic Lightening Skin dan MH Cosmetic Night Cream, positif mengandung merkuri (Hg). Merkuri merupakan zat berbahaya yang dilarang penggunaannya dalam produk kosmetik karena dampaknya yang merugikan kesehatan. Lebih lanjut, JPU membuktikan bahwa MH Cosmetic Night Cream diproduksi dan diedarkan tanpa notifikasi izin edar dari BPOM, merupakan pelanggaran yang memberatkan dakwaan terhadap Mira Hayati.
Metode distribusi yang digunakan Mira Hayati juga menjadi sorotan. JPU menjelaskan bahwa produk kosmetik tersebut diedarkan melalui sistem multi-level marketing (MLM), melibatkan distributor, stokis, agen, dan reseller. Salah satu contoh transaksi yang terungkap dalam persidangan adalah penjualan produk kepada saksi Endang Srimuliana dengan harga Rp 48.000 per paket basic dan Rp 165.000 per paket premium. Strategi pemasaran ini memperluas jangkauan distribusi produk ilegal tersebut dan meningkatkan dampak potensial yang ditimbulkan.
Sidang ini mengungkap bahaya peredaran kosmetik ilegal yang mengandung zat berbahaya seperti merkuri. Merkuri dapat mengakibatkan berbagai masalah kesehatan kulit, bahkan berdampak pada organ tubuh lainnya. Kasus Mira Hayati menjadi peringatan bagi produsen dan konsumen untuk selalu memperhatikan keamanan dan legalitas produk kosmetik yang digunakan dan diperdagangkan.
JPU mempersiapkan bukti-bukti yang kuat untuk memperkuat dakwaan. Selain hasil uji laboratorium BPOM, mereka juga menyajikan kesaksian dari berbagai pihak yang terlibat dalam proses peredaran kosmetik tersebut. Persidangan akan berlanjut dengan pemberian kesempatan bagi terdakwa untuk mengajukan pembelaan.
Kasus ini menegaskan pentingnya peran BPOM dalam mengawasi peredaran kosmetik di Indonesia dan mengingatkan kita akan bahaya konsumsi produk kosmetik yang tidak memiliki izin edar dan mengandung zat-zat berbahaya. Putusan hakim nantinya akan menjadi preseden penting dalam upaya memberantas peredaran kosmetik ilegal di Indonesia. Perlindungan konsumen dari produk-produk kosmetik yang tidak aman menjadi prioritas utama.