Perambahan Hutan Lindung Si Abu, Kapolda Riau: Kejahatan Ekosida Mengancam Warisan Generasi
Polda Riau Tindak Tegas Perambahan Hutan Lindung Si Abu: Aksi Ekosida Terungkap
Kepolisian Daerah (Polda) Riau menunjukkan komitmen serius dalam melindungi lingkungan dengan menindak tegas aktivitas perambahan hutan di area Hutan Produksi Terbatas (HPT) dan Hutan Lindung Si Abu, yang terletak di Desa Balung, Kecamatan XIII Koto Kampar, Kabupaten Kampar. Kasus ini menjadi sorotan karena melibatkan oknum ketua adat dan dianggap sebagai tindakan "ekosida" yang merusak ekosistem secara masif.
Kapolda Riau, Irjen Herry Heryawan, menegaskan bahwa pembabatan hutan lindung Batang Ula merupakan tindakan kejahatan luar biasa (extraordinary crime) dengan dampak yang melampaui kerugian materiil. Menurutnya, kerusakan lingkungan ini akan dirasakan oleh generasi mendatang dan merampas warisan alam yang seharusnya dinikmati oleh anak cucu. Penegakan hukum yang dilakukan Polda Riau, bersama Pemerintah Provinsi Riau dan instansi terkait, adalah wujud keseriusan dalam menjaga keberlangsungan lingkungan hidup dan mencegah kerusakan ekosistem yang lebih parah.
Implementasi Green Policing dan Penegakan Hukum yang Menyeluruh
Penindakan tegas terhadap pelaku perusakan hutan ini juga merupakan implementasi dari program Green Policing yang menjadi kebijakan Polda Riau. Irjen Herry Heryawan menjelaskan bahwa Green Policing bukan sekadar slogan, melainkan gerakan nyata yang melibatkan seluruh jajaran kepolisian. Komitmen bersama diperkuat untuk menjaga bumi dan lingkungan, serta memberikan keadilan tidak hanya kepada manusia, tetapi juga kepada alam.
Kasus perambahan hutan di HPT dan Hutan Lindung Si Abu ini terungkap berkat informasi dari masyarakat pada akhir Mei 2025. Subdit Tipidter Ditreskrimsus Polda Riau segera menindaklanjuti laporan tersebut dan berhasil menangkap empat orang tersangka. Identitas keempat tersangka adalah Muhammad Mahadir alias Madir (40), Buspami bin Toib (48), Yoserizal (43), dan M. Yusuf Tarigan alias Tarigan (50). Ironisnya, dua dari tersangka, yaitu Buspami dan Yoserizal, merupakan ketua adat yang diduga memperjualbelikan hutan lindung dengan mengklaimnya sebagai tanah ulayat.
Dirkrimsus Polda Riau, Kombes Ade Kuncoro Ridwan, mengungkapkan bahwa para tersangka mencoba menyamarkan aktivitas ilegal mereka dengan menggunakan dokumen hibah dan surat adat. Namun, faktanya, seluruh aktivitas dilakukan di kawasan hutan lindung yang dilindungi oleh undang-undang. Polda Riau tidak hanya fokus pada penindakan, tetapi juga berupaya memutus rantai kejahatan lingkungan secara menyeluruh.
Ancaman Hukuman Berat Menanti Pelaku
Kombes Ade Kuncoro Ridwan menegaskan bahwa pihaknya akan terus mengejar pihak-pihak yang terlibat, termasuk aktor intelektual dan pihak-pihak yang mengambil keuntungan dari kegiatan ilegal ini. Penegakan hukum di bidang lingkungan hidup harus dilakukan secara menyeluruh, berkeadilan, dan memberikan efek jera bagi pelaku.
Dalam penindakan di lokasi, polisi berhasil mengamankan sejumlah barang bukti, termasuk dokumen transaksi, surat hibah, alat pertanian, alat berat, dan stempel lembaga adat. Keempat tersangka dijerat dengan Pasal 78 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, juncto Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Perppu Cipta Kerja menjadi Undang-Undang, serta Pasal 92 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. Ancaman hukuman bagi para tersangka adalah pidana penjara hingga 10 tahun dan denda hingga Rp7,5 miliar.