Revisi UU TNI: Modernisasi Alutsista, Peran Non-Militer, dan Kesejahteraan Prajurit Menjadi Fokus Utama

Revisi UU TNI: Modernisasi Alutsista, Peran Non-Militer, dan Kesejahteraan Prajurit Menjadi Fokus Utama

Revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (TNI) Nomor 34 Tahun 2004 tengah menjadi sorotan, dengan empat sasaran utama yang diungkap Menteri Pertahanan, Sjafrie Sjamsoeddin, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi I DPR RI pada Selasa (11/3/2025). Revisi ini bukan sekadar perubahan administratif, melainkan upaya komprehensif untuk meningkatkan kapasitas TNI di berbagai bidang, mulai dari modernisasi alutsista hingga peningkatan kesejahteraan prajurit. Kehadiran Menteri Hukum dan HAM, Menteri Keuangan, dan Menteri Sekretaris Negara dalam RDP tersebut semakin menegaskan pentingnya revisi ini bagi pemerintah.

Salah satu sasaran utama revisi adalah memperkuat kebijakan modernisasi alutsista dan industri pertahanan dalam negeri. Langkah ini bertujuan untuk memastikan TNI memiliki persenjataan dan teknologi pertahanan yang canggih dan sesuai dengan perkembangan teknologi global. Penguatan industri pertahanan dalam negeri juga akan memberikan dampak positif bagi perekonomian nasional. Selain itu, revisi juga bertujuan untuk memperjelas batasan dan mekanisme pelibatan TNI dalam tugas non-militer. Hal ini merupakan respons terhadap tuntutan situasi dan kondisi yang semakin kompleks, di mana TNI mungkin diperlukan untuk membantu dalam penanganan bencana alam, penanggulangan terorisme, dan tugas-tugas kemanusiaan lainnya.

Sasaran ketiga yang tak kalah penting adalah peningkatan kesejahteraan prajurit dan jaminan sosial. Revisi UU TNI ini diharapkan mampu memberikan perlindungan dan kesejahteraan yang lebih baik bagi para prajurit dan keluarganya. Hal ini mencakup peningkatan gaji, jaminan kesehatan, dan program pensiun yang lebih layak. Dengan meningkatkan kesejahteraan, diharapkan akan tercipta motivasi dan semangat kerja yang tinggi di kalangan prajurit TNI.

Sasaran keempat, revisi UU TNI ini akan menyesuaikan ketentuan terkait kepemimpinan, jenjang karier, dan usia pensiun. Penyesuaian ini bertujuan untuk mengoptimalkan potensi dan kinerja organisasi TNI. Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Dave Laksono, menjelaskan bahwa revisi ini akan mencakup penambahan usia dinas keprajuritan, dengan kemungkinan perpanjangan masa kedinasan hingga 58 tahun untuk bintara dan tamtama, dan 60 tahun bahkan hingga 65 tahun untuk perwira pada jabatan fungsional tertentu. Penambahan usia dinas ini diyakini dapat memaksimalkan potensi sumber daya manusia TNI yang memiliki keahlian khusus dan pengalaman yang luas.

Lebih lanjut, revisi ini juga akan mengatur penempatan prajurit aktif di kementerian/lembaga. Seiring dengan meningkatnya kebutuhan akan keahlian dan pengalaman militer dalam berbagai sektor pemerintahan, penempatan prajurit aktif di instansi pemerintahan dianggap perlu untuk menunjang efektivitas penyelenggaraan pemerintah. Pasal 47 Ayat (2) UU TNI akan direvisi untuk mengakomodasi kebutuhan ini, memperluas cakupan penempatan prajurit aktif di berbagai kementerian/lembaga, termasuk namun tidak terbatas pada kantor-kantor yang membidangi politik dan keamanan negara, pertahanan negara, sekretaris militer presiden, intelijen negara, dan lembaga-lembaga terkait lainnya. Revisi ini bertujuan untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya manusia TNI yang handal dan berpengalaman di berbagai bidang, demi kemajuan bangsa dan negara.

Secara keseluruhan, revisi UU TNI ini merupakan langkah strategis untuk meningkatkan profesionalisme, modernitas, dan kesejahteraan TNI. Revisi ini juga menunjukkan komitmen pemerintah untuk memanfaatkan potensi TNI secara optimal demi kepentingan bangsa dan negara, baik dalam tugas militer maupun non-militer.