Fenomena 'Manusia Tikus': Strategi Gen Z Atasi Tekanan atau Pelarian?
Fenomena 'Manusia Tikus': Sebuah Refleksi Gaya Hidup Generasi Z di Tengah Tekanan
Fenomena yang dikenal dengan istilah "manusia tikus" (lying flat) menjadi perbincangan hangat, terutama di kalangan Generasi Z (Gen Z). Lebih dari sekadar tren bermalas-malasan, "manusia tikus" dianggap sebagai bentuk perlawanan pasif terhadap tekanan hidup dan pekerjaan yang semakin meningkat. Namun, apakah strategi ini efektif, atau justru menjadi pelarian yang kontraproduktif?
Praktik "manusia tikus" umumnya melibatkan aktivitas seperti bangun siang, menghabiskan waktu di tempat tidur, bermain game, berselancar di media sosial, dan pola makan yang tidak teratur. Pola hidup ini, bagi sebagian Gen Z, dipandang sebagai cara untuk melepaskan diri dari tuntutan dan ekspektasi yang membebani.
Seorang psikolog klinis dewasa, Adelia Octavia Siswoyo, M.Psi., berpendapat bahwa fenomena "manusia tikus" bisa menjadi mekanisme pertahanan diri bagi Gen Z untuk menjaga kesehatan mental mereka. "Bentuk protes ini mungkin ideal untuk para Gen Z karena bisa menjadi waktu sekaligus untuk beristirahat," ujarnya.
Keseimbangan Antara Istirahat dan Tanggung Jawab
Namun, Adelia menekankan pentingnya kesadaran dan tanggung jawab. Istirahat memang krusial untuk menjaga kewarasan, tetapi tidak boleh menjadi alasan untuk mengabaikan kewajiban. "Sebetulnya bukan cara yang salah, namun memang menjadi kurang tepat ketika tidak ada usaha untuk menyelesaikan tanggung jawab terlebih dahulu," tegasnya.
Adelia menambahkan, Gen Z mungkin memilih pendekatan ini karena dianggap lebih aman daripada bentuk protes terbuka yang berisiko menimbulkan masalah di dunia profesional atau media sosial. Mereka merasa bahwa demonstrasi atau petisi online justru bisa menjadi bumerang bagi diri mereka sendiri.
Memahami Akar Permasalahan Burnout
Bagi Gen Z yang merasa burnout, Adelia menyarankan untuk terlebih dahulu mengidentifikasi akar permasalahannya. Apakah burnout disebabkan oleh standar yang terlalu tinggi, kecemasan akan penolakan kerja, atau tekanan dari lingkungan sosial? Dengan memahami penyebabnya, solusi yang tepat dapat ditemukan.
"Kembali lagi kepada akar masalahnya, apakah burnout yang dirasakan ini memang didasari oleh beban pekerjaan yang berat secara berlebihan?" tanya Adelia.
Fenomena "manusia tikus" menunjukkan bahwa istirahat dapat menjadi bentuk perlawanan yang tidak konfrontatif. Akan tetapi, penting untuk diiringi dengan upaya aktif untuk bangkit kembali. Keseimbangan antara istirahat dan tanggung jawab adalah kunci agar "manusia tikus" tidak berubah menjadi pelarian yang berkepanjangan dan menghambat perkembangan diri.
Menemukan Solusi yang Konstruktif
Alih-alih sepenuhnya menyerah pada tekanan, Gen Z perlu mencari cara yang lebih konstruktif untuk mengelola stres dan burnout. Ini bisa melibatkan:
- Menetapkan batasan yang jelas antara pekerjaan dan kehidupan pribadi.
- Mencari dukungan dari teman, keluarga, atau profesional.
- Mempraktikkan teknik relaksasi seperti meditasi atau yoga.
- Mengembangkan hobi dan minat di luar pekerjaan.
- Mengevaluasi kembali tujuan dan prioritas hidup.
Dengan pendekatan yang seimbang dan proaktif, Gen Z dapat mengatasi tantangan yang mereka hadapi dan membangun kehidupan yang lebih bermakna dan berkelanjutan.