Polemik Ketua DPD Hanura Jateng: OSO Usulkan Plt, DPP Beri Pembelaan Hukum

Kasus dugaan praktik prostitusi dan striptis yang menyeret nama Bambang Raya, Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Hanura Jawa Tengah, berbuntut panjang. Di tengah proses hukum yang berjalan, Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Hanura mengambil sikap berbeda terkait status Bambang Raya.

Ketua Umum DPP Hanura, Oesman Sapta Odang (OSO), merekomendasikan penunjukan Pelaksana Tugas (Plt) Ketua DPD Hanura Jawa Tengah. Langkah ini, menurut OSO, bertujuan agar Bambang Raya dapat fokus menghadapi proses hukum yang menjeratnya.

"Menurut saya di-Plt-kan dulu supaya mereka bisa konsentrasi menyelesaikan secara hukum segera," ujar OSO.

Namun, usulan tersebut tampaknya tidak sejalan dengan pandangan Wakil Ketua Umum DPP Hanura Bidang Hukum, HAM, dan Advokasi, Adil Saputra Akbar. Adil menegaskan bahwa Bambang Raya tetap menjabat sebagai Ketua DPD Hanura Jawa Tengah, meskipun berstatus sebagai tersangka.

"Bahwa dengan ditetapkannya saudara Bambang Raya sebagai tersangka tersebut, tidak serta merta mencabut jabatan saudara Bambang Raya sebagai Ketua DPD Partai Hanura Provinsi Jawa Tengah," kata Adil.

Adil menekankan bahwa partainya menjunjung tinggi norma agama, sosial, dan budaya yang berlaku di masyarakat. Meski demikian, Hanura tetap menghormati proses hukum yang tengah berlangsung di Polda Jawa Tengah.

"Kami DPP Partai Hanura mengedepankan due process of law, dan asas presumption of innocence. Segala sesuatu ada prosesnya, dan kami berusaha dengan kepala dingin menghadapi kasus yang disangkakan kepada saudara Bambang Raya," imbuhnya.

DPP Partai Hanura juga menyatakan tidak mendukung aktivitas pornografi. Kendati demikian, partai akan memberikan bantuan hukum kepada Bambang Raya. Pembelaan ini, ditegaskan Adil, semata-mata untuk mendudukan persoalan secara proporsional.

"Pembelaan yang disiapkan oleh DPP Partai Hanura kepada saudara Bambang Raya semata-mata adalah untuk mendudukan permasalahan yang ada secara proporsional," jelasnya.

Sementara itu, Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jawa Tengah, Kombes Pol Dwi Subagio, mengungkapkan bahwa Bambang Raya ditetapkan sebagai tersangka karena diduga menikmati keuntungan dari kegiatan ilegal di Mansion Executive Karaoke. Penetapan tersangka dilakukan sejak 2 Juni 2025.

"Sudah ditetapkan tersangka baru, perannya ini sebagai pemilik yang ikutan menerima hasil," kata Dwi.

Polisi saat ini tengah mendalami dugaan aliran dana dari operasional karaoke kepada Bambang Raya. Kabid Humas Polda Jateng, Kombes Pol Artanto, menjelaskan bahwa penetapan tersangka dilakukan setelah ditemukan fakta bahwa pengunjung karaoke dapat memesan paket hiburan "Mask Potato" yang melibatkan pemandu karaoke dan penari telanjang.

"Tersangka BR menerima keuntungan dari operasional karaoke tersebut," ujar Artanto.

Menanggapi tuduhan tersebut, Bambang Raya membantah terlibat dalam kasus tersebut. Ia mengklaim hanya sebagai pemilik gedung dan pemegang izin usaha karaoke, sementara operasional harian dijalankan oleh pihak ketiga.

"Saya hanya pemilik gedung, bukan pengelola," kata Bambang.

Ia juga menyatakan tidak menerima keuntungan dari aktivitas ladies companion (LC), melainkan hanya dari penyewaan ruangan, makanan, dan minuman. Meskipun begitu, Bambang mengakui sempat meminjamkan dana hampir Rp1 miliar kepada pengelola untuk operasional usaha. Sebagai jaminan, Electronic Data Capture (EDC) atas nama dirinya digunakan dalam transaksi pembayaran. Hal ini yang menjadi bukti aliran dana ke rekening Bambang Raya.

Bambang juga mengklaim telah menindaklanjuti informasi mengenai praktik striptis dengan menempelkan stiker imbauan di area karaoke dan memanggil pengelola untuk menghentikan aktivitas tersebut.

"Saya juga telah memanggil H dan J (pengelola) agar menghentikannya," pungkasnya.

Kasus ini masih terus bergulir dan menjadi sorotan publik, khususnya terkait dengan implikasinya terhadap Partai Hanura di Jawa Tengah.