Polemik Penghapusan Pekerjaan Rumah, Kementerian Pendidikan Serahkan Keputusan pada Pendidik
Polemik Penghapusan Pekerjaan Rumah, Kementerian Pendidikan Serahkan Keputusan pada Pendidik
Bandung - Kebijakan penghapusan pekerjaan rumah (PR) bagi siswa sekolah yang digulirkan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat menuai tanggapan dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek). Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Wamendikdasmen), Atip Latipulhayat, menegaskan bahwa keputusan terkait pemberian PR sepenuhnya menjadi kewenangan tenaga pendidik.
Menurut Atip, PR merupakan bagian integral dari proses pembelajaran yang bertujuan untuk memperdalam pemahaman siswa terhadap materi yang telah diajarkan. Ia menjelaskan bahwa guru sebagai garda terdepan dalam proses pendidikan memiliki pemahaman mendalam mengenai kebutuhan dan karakteristik siswa didiknya. Oleh karena itu, guru memiliki kapasitas untuk menentukan apakah pemberian PR relevan dan efektif dalam konteks pembelajaran di kelas.
"Pemerintah daerah memang memiliki kewenangan dalam membuat kebijakan di bidang pendidikan, namun kebijakan tersebut harus selaras dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku secara nasional," ujar Atip saat ditemui di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Bandung. Ia menambahkan bahwa Kemendikbudristek bertanggung jawab dalam menetapkan standar pendidikan nasional, termasuk standar kompetensi lulusan.
Atip menekankan pentingnya koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah dalam penyelenggaraan pendidikan. Ia mengingatkan bahwa meskipun pemerintah daerah memiliki otonomi dalam mengelola sistem pendidikan di wilayahnya, kebijakan yang diambil tidak boleh bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar pendidikan nasional.
Sebelumnya, Gubernur Jawa Barat mengeluarkan surat edaran yang menghapuskan PR bagi siswa dan mengarahkan agar waktu di luar jam sekolah dimanfaatkan untuk kegiatan positif seperti membantu orang tua, kegiatan keagamaan, pengembangan seni dan olahraga, serta kegiatan literasi dan kewirausahaan.
Kebijakan ini dilatarbelakangi oleh fenomena di mana PR seringkali dikerjakan oleh orang tua, bukan oleh siswa itu sendiri. Gubernur berpendapat bahwa tugas-tugas akademik seharusnya diselesaikan di sekolah, sehingga waktu di rumah dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan potensi diri dan berinteraksi dengan lingkungan sosial.
Meskipun demikian, Kemendikbudristek menyerahkan sepenuhnya keputusan mengenai PR kepada guru, dengan mempertimbangkan kondisi dan kebutuhan siswa di masing-masing satuan pendidikan. Pemerintah pusat menekankan bahwa fleksibilitas dan adaptasi terhadap konteks lokal merupakan kunci keberhasilan dalam implementasi kebijakan pendidikan.