Kekecewaan DPR terhadap Pertamina: Kasus Pertamax Oplosan Tak Diungkap dalam Rapat
Kekecewaan DPR terhadap Pertamina: Kasus Pertamax Oplosan Tak Diungkap dalam Rapat
Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi VI DPR RI dengan Direksi PT Pertamina, Selasa (11/3/2025), diwarnai kekecewaan mendalam dari anggota dewan. Anggota Komisi VI DPR RI Fraksi PDI-P, Mufti Anam, secara tegas menyatakan kekecewaannya atas ketidakhadiran penjelasan terkait kasus dugaan pengoplosan Pertamax dalam paparan manajemen Pertamina. Ketidakhadiran penjelasan ini dinilai sebagai bentuk kegagalan Pertamina dalam memberikan transparansi kepada publik, terutama di tengah meluasnya kemarahan publik atas isu tersebut.
Selama berminggu-minggu, Komisi VI telah menantikan RDP ini, dengan berbagai upaya komunikasi, termasuk pengingat melalui grup komunikasi Komisi VI. Namun, harapan tersebut pupus ketika paparan Pertamina sama sekali tidak menyinggung isu krusial pengoplosan Pertamax yang telah menimbulkan kerugian negara yang sangat signifikan dan melukai kepercayaan publik. Mufti Anam bahkan menyampaikan, kekecewaan ini bukan hanya dirasakan oleh anggota dewan, tetapi juga oleh masyarakat luas, terlebih di bulan Ramadan, yang seharusnya dipenuhi dengan suasana tenang dan damai.
"Kekecewaan masyarakat sangat mendalam," tegas Mufti Anam. "Mereka merasa ditipu dan dikhianati selama bertahun-tahun. Kemarahan ini bukan hanya disampaikan secara verbal, namun dirasakan langsung oleh kami melalui berbagai interaksi dengan konstituen." Ia melanjutkan bahwa keresahan masyarakat telah muncul sejak Desember 2024 lalu, ketika DPR pertama kali mempertanyakan kualitas BBM Pertamina. Kekhawatiran tersebut, menurut Mufti Anam, terbukti menjadi kenyataan yang kini telah berdampak luas.
Lebih lanjut, Mufti Anam menyinggung temuan Kejaksaan Agung terkait dugaan pengoplosan Pertamax yang telah menyebabkan kerugian negara lebih dari Rp 1.000 triliun, termasuk kontrak oplosan yang diduga berlangsung sejak tahun 2017 dengan pihak swasta. Ia mendesak Pertamina untuk memberikan penjelasan yang transparan dan detail terkait hal ini. Adanya informasi tentang grup WhatsApp yang dinamai 'Orang-Orang Senang', yang diduga berisi komunikasi terkait tindak pidana ini, semakin memperkuat kecurigaan adanya orkestrasi kejahatan yang terstruktur dan masif.
"Jika benar adanya kontrak oplosan dan grup WhatsApp tersebut, maka ini merupakan tindakan yang sangat tidak terpuji," ujar Mufti Anam. "Pertamina tidak hanya merugikan negara, tetapi juga telah menyakiti dan mengkhianati kepercayaan masyarakat. Tindakan ini merupakan pengkhianatan terhadap amanah rakyat dan harus diusut tuntas." RDP ini pun menjadi sorotan tajam atas lemahnya transparansi dan akuntabilitas Pertamina dalam menjalankan bisnisnya dan menimbulkan pertanyaan besar akan langkah selanjutnya yang akan diambil oleh DPR terkait kasus ini dan perlindungan hak-hak konsumen.
Komisi VI DPR RI menegaskan komitmennya untuk terus mengawal kasus ini dan mendesak Pertamina untuk memberikan penjelasan yang komprehensif kepada publik. Kepercayaan publik terhadap Pertamina kini sedang berada di titik nadir, dan pemulihan kepercayaan tersebut memerlukan komitmen yang kuat dari pihak Pertamina untuk bersikap transparan dan akuntabel.