Kebijakan Rapat di Hotel Bagi Pemda Picu Sorotan Terkait Efisiensi Anggaran

Polemik efisiensi anggaran kembali mencuat seiring dengan diperbolehkannya pemerintah daerah (Pemda) untuk menyelenggarakan kegiatan di hotel. Kebijakan ini dinilai kontradiktif dengan semangat efisiensi yang sebelumnya digaungkan melalui Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025.

Direktur Eksekutif Komite Pemantau Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD), Herman Nurcahyadi Suparman, mengungkapkan kekhawatirannya terkait kebijakan yang dianggap tidak konsisten ini. Ia mempertanyakan dasar kajian yang mendasari Inpres efisiensi, mengingat dampaknya terhadap sektor perhotelan dan restoran yang juga berkontribusi pada pendapatan daerah.

Menurutnya, kebijakan efisiensi yang terkesan mendadak ini berpotensi mengganggu belanja pelayanan publik. Pernyataan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian yang memperbolehkan kegiatan di hotel dengan catatan "tidak berlebihan" juga menuai kritik. Ketiadaan tolok ukur yang jelas untuk menentukan batasan "tidak berlebihan" dinilai membuka celah interpretasi yang subjektif.

Mendagri Tito Karnavian sebelumnya menyampaikan bahwa Pemda diperbolehkan mengadakan kegiatan di hotel dan restoran, namun dengan catatan tidak berlebihan. Pernyataan ini disampaikan saat menghadiri acara Musrenbang Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) di Kota Mataram.

  • Arahan Presiden: Tito Karnavian mengungkapkan bahwa kebijakan ini telah mendapatkan arahan dari Presiden Prabowo Subianto.
  • Pemotongan Anggaran: Pemerintah pusat melakukan pemotongan anggaran daerah sebesar kurang lebih Rp 50 triliun yang berdampak ke 552 daerah dengan dalih efisiensi.
  • Fleksibilitas: Meskipun ada pemotongan anggaran, Tito memberikan keleluasaan kepada daerah untuk tetap melaksanakan kegiatan di hotel dan restoran, terutama yang mengalami penurunan okupansi.
  • Pertimbangan: Tito menghimbau Pemda untuk tetap menggunakan pertimbangan yang matang dan tidak berlebihan dalam penggunaan anggaran untuk kegiatan di hotel dan restoran.