Strategi Badan Gizi Nasional Penuhi Kebutuhan Susu Program Makan Bergizi Gratis: Fokus pada Produksi Lokal dan Pembatasan Impor

Badan Gizi Nasional (BGN) tengah merancang strategi komprehensif untuk memenuhi kebutuhan susu dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG) tanpa bergantung pada peningkatan impor. Program ambisius yang menyasar jutaan siswa dari berbagai tingkatan pendidikan ini, berupaya untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya lokal dan memperkuat industri susu nasional.

Menurut Epi Taufik, seorang ahli gizi dan Guru Besar IPB yang juga merupakan bagian dari Tim Pakar Bidang Susu BGN, program MBG pada awalnya menetapkan target konsumsi susu sebesar 250 ml per siswa per hari. Namun, mengingat keterbatasan pasokan susu segar dalam negeri, BGN mengambil langkah strategis untuk menyesuaikan volume dan spesifikasi susu yang digunakan.

"Kapasitas produksi susu segar dalam negeri saat ini baru mampu mencukupi sekitar 20% dari kebutuhan nasional. Sisanya, 80% masih bergantung pada impor dalam bentuk susu bubuk," ujar Epi. Untuk meminimalisir ketergantungan pada impor, BGN memutuskan untuk menurunkan volume susu yang diberikan kepada siswa PAUD hingga SD menjadi 115 ml per hari, sementara siswa SMP dan SMA mendapatkan 125 ml. Yang terpenting, susu yang digunakan harus mengandung minimal 20% Susu Segar Dalam Negeri (SSDN).

"Langkah ini merupakan solusi transisi yang dirancang untuk memberikan dampak positif bagi peternak lokal. Dengan adanya kewajiban penggunaan SSDN, peternak lokal akan termotivasi untuk meningkatkan kapasitas produksi mereka," jelas Epi.

Mayoritas SSDN yang digunakan dalam program MBG dipasok dari peternakan sapi perah rakyat. Pemerintah terus mendorong peternak untuk meningkatkan produktivitas mereka seiring dengan meningkatnya permintaan akibat program MBG. Selain fokus pada volume dan komposisi susu, BGN juga memastikan bahwa seluruh menu MBG tetap memenuhi prinsip gizi seimbang, yang mencakup karbohidrat, protein (seperti ayam dan telur), lemak, dan susu.

BGN juga memberikan perhatian khusus pada kadar laktosa dalam susu yang digunakan dalam program MBG. Hal ini bertujuan untuk memastikan keamanan dan kenyamanan bagi penerima manfaat, terutama mereka yang memiliki sensitivitas terhadap laktosa.

"Kadar laktosa di bawah 12 gram umumnya aman bagi individu yang memiliki intoleransi laktosa. Konsumsi laktosa melebihi batas tersebut dapat menyebabkan diare atau sakit perut," terang Epi.

Epi juga menambahkan bahwa intoleransi laktosa bukanlah penyakit, melainkan kondisi alami yang disebabkan oleh penurunan enzim laktase. Kondisi ini dapat diatasi dengan konsumsi susu secara rutin dan bertahap.

BGN membuka peluang untuk melakukan penyesuaian lebih lanjut terhadap volume dan komposisi susu dalam program MBG jika produksi susu dalam negeri mengalami peningkatan signifikan berkat program ini.

"Program MBG berpotensi meningkatkan permintaan susu secara signifikan. Jika populasi meningkat dan permintaan terus bertambah, bukan tidak mungkin kami akan melakukan penyesuaian lebih lanjut," pungkasnya.

Berikut adalah beberapa poin penting yang perlu diperhatikan dalam strategi BGN:

  • Fokus pada Peningkatan Produksi Lokal: Program MBG dirancang untuk mendorong peningkatan produksi susu segar dalam negeri.
  • Pembatasan Impor: BGN berupaya untuk mengurangi ketergantungan pada impor susu dengan mengoptimalkan pemanfaatan SSDN.
  • Pemenuhan Gizi Seimbang: Menu MBG dirancang untuk memenuhi kebutuhan gizi seimbang siswa, termasuk karbohidrat, protein, lemak, dan susu.
  • Perhatian pada Intoleransi Laktosa: BGN memastikan bahwa susu yang digunakan dalam program MBG aman bagi individu yang memiliki intoleransi laktosa.
  • Fleksibilitas: BGN bersedia untuk melakukan penyesuaian lebih lanjut terhadap program MBG jika produksi susu dalam negeri meningkat secara signifikan.