Polresta Bogor Kota Ungkap Puluhan Kasus Narkoba dan Miras dalam Operasi Dua Bulan

Polresta Bogor Kota Berhasil Amankan Puluhan Tersangka dalam Operasi Gabungan

Polresta Bogor Kota berhasil mengungkap jaringan narkoba dan minuman keras (miras) dalam operasi gabungan yang digelar selama dua bulan, dari April hingga Mei 2025. Sebanyak 56 tersangka berhasil diamankan dari 45 lokasi kejadian perkara (TKP) yang berbeda. Pengungkapan kasus ini merupakan bukti komitmen Polresta Bogor Kota dalam memberantas peredaran narkoba dan miras ilegal di wilayah hukumnya.

Wakapolresta Bogor Kota, AKBP Indra Ranudinakta, menjelaskan bahwa dari total tersangka, 51 di antaranya terlibat dalam kasus narkoba, sementara sisanya terkait dengan produksi dan peredaran miras jenis ciu. Mayoritas tersangka narkoba berperan sebagai kurir yang mengedarkan barang haram tersebut. Dalam operasi ini, polisi berhasil menyita sejumlah barang bukti narkoba, antara lain:

  • Sabu: 360,74 gram
  • Tembakau sintetis: 556,18 gram
  • Ganja: 127 gram
  • Obat G: 57.418 butir
  • Psikotropika: 2.791 butir
  • Ekstasi

Selain narkoba, polisi juga berhasil mengungkap sebuah pabrik rumahan (home industry) yang memproduksi miras jenis ciu. Dari penggerebekan tersebut, petugas menyita ratusan jeriken kosong dan berisi miras, serta ciu kemasan siap edar. Alat pengukur kadar alkohol juga ditemukan di lokasi, yang menunjukkan bahwa pelaku berupaya untuk mengontrol kualitas produk ilegal mereka. Lebih detail barang bukti yang berhasil di amankan dari pabrik ciu:

  • 120 jeriken kosong ukuran 30 liter
  • 130 jeriken berisi ciu ukuran 30 liter
  • 1 jeriken arak bali
  • 1.159 botol ciu
  • 100 botol arak bali
  • 2.000 botol kosong untuk kemasan arak bali
  • 10.000 tutup botol berbagai warna
  • 3 set alat pengukur alkohol
  • 3 galon kosong
  • 3 buah ember

Menurut keterangan tersangka, pabrik ciu tersebut mampu menghasilkan omzet hingga Rp 6 juta per hari. Produk ilegal tersebut diedarkan di seluruh wilayah Polresta Bogor Kota. Para tersangka memanfaatkan media sosial sebagai sarana untuk memasarkan dan mendistribusikan barang haram mereka.

Atas perbuatan mereka, para tersangka dijerat dengan berbagai pasal yang relevan, termasuk Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, Undang-Undang RI Nomor 17 tentang Kesehatan, Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika, Pasal 204 ayat 1 Pasal 55 ayat 1 KUHP dan Pasal 56 KUHP, serta Pasal 137 ayat 1 Undang-Undang Nomor 18. Ancaman hukuman yang menanti para tersangka bervariasi, tergantung pada jenis pelanggaran dan peran masing-masing dalam jaringan kejahatan tersebut.