Distribusi Kurban Tak Merata: Antara Surplus Daging Kota dan Defisit di Pelosok Negeri

Kesenjangan Distribusi Daging Kurban di Indonesia: Studi Kasus dan Solusi

Perayaan Idul Adha, momen penting bagi umat Muslim di seluruh dunia, di Indonesia ditandai dengan penyembelihan hewan kurban seperti kambing, sapi, dan domba. Ibadah ini tidak hanya memiliki nilai spiritual yang tinggi, tetapi juga menjadi wujud kepedulian sosial melalui pembagian daging kurban kepada mereka yang membutuhkan. Namun, di balik kemeriahan dan semangat berbagi, terdapat permasalahan serius terkait distribusi daging kurban yang tidak merata di berbagai wilayah Indonesia.

Sebuah studi yang dilakukan oleh Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS) mengungkapkan adanya kesenjangan yang signifikan antara daerah perkotaan dan pedesaan dalam hal ketersediaan daging kurban. Beberapa daerah, terutama di Pulau Jawa, mengalami defisit daging kurban akibat tingkat kemiskinan yang tinggi. Sementara itu, daerah-daerah di luar Jawa menghadapi tantangan geografis berupa isolasi dan keterbatasan akses yang mempersulit distribusi daging kurban.

Defisit Daging Kurban: Potret Buram di Beberapa Daerah

Hasil penelitian IDEAS menunjukkan bahwa beberapa kawasan di Jawa Tengah seperti Grobogan, Blora, Rembang, Pati, Kudus, Jepara, dan Demak mengalami defisit daging kurban hingga 2.623 ton pada tahun 2024. Pulau Madura di Jawa Timur juga mencatatkan angka defisit yang mengkhawatirkan, yaitu 2.484 ton. Kondisi serupa juga terjadi di wilayah Jombang, Nganjuk, Madiun, Ngawi, Bojonegoro, Mojokerto, dan Kediri di Jawa Timur, dengan total defisit mencapai 1.849 ton.

Ironisnya, masyarakat di daerah-daerah tersebut hanya mampu mengkonsumsi daging dalam jumlah yang sangat sedikit per tahun. Sebagai contoh, di Kabupaten Ngawi, rata-rata konsumsi daging penduduk hanya 0,01 kg/kapita/tahun. Angka ini sangat rendah jika dibandingkan dengan kebutuhan gizi yang seharusnya dipenuhi.

Di luar Pulau Jawa, daerah-daerah terpencil seperti Kabupaten Kubu Raya di Kalimantan Barat, Kabupaten Sigi di Sulawesi Tengah, serta Kabupaten Halmahera Utara dan Kabupaten Seram Bagian Barat di Maluku juga mengalami masalah serupa. Keterbatasan akses dan infrastruktur yang buruk menjadi kendala utama dalam mendistribusikan daging kurban ke wilayah-wilayah tersebut.

Surplus Daging Kurban: Berkah yang Belum Merata

Berbanding terbalik dengan kondisi di daerah-daerah yang mengalami defisit, wilayah perkotaan seperti Jakarta justru mengalami surplus daging kurban yang signifikan. Pada tahun 2024, Jakarta mencatatkan surplus daging hingga 9.905 ton. Daerah-daerah di Jawa Barat seperti Bandung, Cimahi, dan Sumedang juga mengalami surplus sebesar 6.355 ton, sementara Sleman dan Bantul di Yogyakarta mencatatkan surplus sebesar 4.957 ton.

Kesenjangan yang mencolok ini menunjukkan bahwa distribusi daging kurban belum berjalan secara efektif dan merata di seluruh wilayah Indonesia. Hal ini tentu menjadi perhatian serius yang memerlukan solusi komprehensif dan berkelanjutan.

Intervensi Gizi dan Kolaborasi: Kunci Pemerataan Distribusi

Menanggapi permasalahan ini, peneliti IDEAS, Haryo Mojopahit, menekankan pentingnya intervensi gizi melalui pendistribusian daging kurban secara merata hingga ke pelosok Indonesia. Ia juga menyerukan kolaborasi dari berbagai elemen masyarakat untuk mewujudkan pemerataan distribusi daging kurban.

Untuk daerah-daerah di Jawa, Haryo menyarankan untuk menyempurnakan proses identifikasi penerima daging atau mustahik di daerah terpencil. Sementara itu, untuk daerah-daerah di luar Jawa, diperlukan upaya untuk membuka akses keterpencilan agar distribusi daging kurban dapat berjalan lebih lancar.

Permasalahan distribusi daging kurban ini juga menjadi catatan penting bagi panitia kurban di seluruh Indonesia. Sistem desentralisasi yang saat ini berlaku menyebabkan data penerima kurban tidak terpusat dan sulit untuk diperbarui setiap tahunnya. Selain itu, distribusi yang masih berbasis di masjid, musala, pesantren, hingga lembaga pendidikan dan perusahaan juga perlu dievaluasi agar lebih efektif dan tepat sasaran.

Inisiatif Filantropi: Upaya Mengatasi Kesenjangan

Lembaga filantropi seperti Dompet Dhuafa telah berupaya mengatasi kesenjangan distribusi daging kurban melalui program Tebar Hewan Kurban (THK). Program ini bertujuan untuk memeratakan konsumsi daging kurban bagi mereka yang membutuhkan, serta mengatasi surplus daging di perkotaan dengan mendistribusikannya ke daerah-daerah pelosok atau 3T (Terdepan, Terluar, Tertinggal) sejak tahun 1994.

Upaya-upaya ini menunjukkan bahwa pemerataan distribusi daging kurban merupakan tanggung jawab bersama yang memerlukan sinergi antara pemerintah, lembaga filantropi, panitia kurban, dan seluruh elemen masyarakat. Dengan kerja sama yang solid, diharapkan kesenjangan distribusi daging kurban dapat diatasi dan manfaat Idul Adha dapat dirasakan oleh seluruh masyarakat Indonesia.