Ancaman Kebakaran di Ibu Kota: Korsleting Listrik Jadi Biang Keladi

Jakarta masih bergulat dengan ancaman kebakaran yang nyata. Data dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta menunjukkan bahwa dalam kurun waktu dua tahun terakhir (2023-2024), telah terjadi lebih dari 1.600 kasus kebakaran di wilayah ibu kota. Angka ini menjadi pengingat akan pentingnya kesadaran dan tindakan pencegahan dari seluruh elemen masyarakat.

BPBD DKI Jakarta mencatat, pada tahun 2023 terjadi 864 kasus kebakaran. Sementara itu, pada tahun 2024, jumlahnya sedikit menurun menjadi 789 kasus. Namun, penurunan ini tidak serta merta menghilangkan kewaspadaan. Analisis dari BPBD DKI Jakarta mengungkap empat penyebab utama yang mendominasi terjadinya kebakaran di Jakarta selama periode tersebut. Memahami faktor-faktor ini menjadi kunci untuk menekan angka kebakaran di masa mendatang.

Penyebab Kebakaran di Jakarta

  • Korsleting Listrik: Penyebab nomor wahid kebakaran di Jakarta adalah korsleting listrik. Lebih dari separuh kasus kebakaran disebabkan oleh masalah pada instalasi listrik. Pada tahun 2023, tercatat 607 kasus kebakaran akibat korsleting, sedangkan pada tahun 2024, jumlahnya mencapai 541 kasus. Secara total, korsleting listrik bertanggung jawab atas 1.148 kasus kebakaran selama dua tahun terakhir.

    Menurut Rian Sarsono, Ketua Sub Kelompok Pencegahan BPBD DKI Jakarta, instalasi listrik yang tidak sesuai standar menjadi penyebab utama korsleting. Kondisi kabel yang sudah tua, penggunaan colokan bertumpuk tanpa pengaman, serta kurangnya perawatan instalasi listrik menjadi faktor risiko yang sering ditemukan di rumah tangga, terutama di kawasan padat penduduk.

  • Kebocoran Tabung Gas: Kebocoran tabung gas juga menjadi penyebab kebakaran yang signifikan, terutama di area dapur. Gas yang bocor dan terpapar sumber api dapat memicu ledakan atau kebakaran yang dahsyat. Insiden kebakaran akibat tabung gas umumnya disebabkan oleh selang gas yang aus atau tidak terpasang dengan benar, regulator gas yang longgar, dan kurangnya ventilasi di dapur.

  • Pembakaran Sampah Sembarangan: Kebiasaan membakar sampah di pekarangan atau lahan kosong juga berpotensi besar menyebabkan kebakaran, terutama saat musim kemarau. Api yang tidak terkendali dapat dengan mudah merembet ke bangunan atau permukiman di sekitarnya, terutama di kawasan padat penduduk yang didominasi bangunan semi permanen.

  • Penggunaan Lilin: Penggunaan lilin sebagai penerangan saat listrik padam juga menjadi pemicu kebakaran. Lilin yang dibiarkan menyala tanpa pengawasan dapat jatuh atau mengenai benda mudah terbakar, sehingga memicu api.

Waktu Rawan dan Lokasi Rentan

Prof. Fatma Lestari, Kepala Disaster Risk Reduction Center (DRRC) Universitas Indonesia, mengungkapkan bahwa sebagian besar kebakaran terjadi pada malam atau dini hari, saat warga sedang tidur atau kurang waspada. Titik api biasanya berasal dari ruang keluarga atau dapur, akibat kelalaian atau sistem kelistrikan yang tidak aman.

Faktor sosial ekonomi juga memainkan peran penting. Permukiman padat penduduk dengan instalasi listrik yang tidak memadai menjadi lokasi yang paling rentan terhadap kebakaran.

Upaya Pencegahan

Untuk mengantisipasi terjadinya kebakaran, BPBD DKI Jakarta mengimbau warga untuk melakukan langkah-langkah pencegahan berikut:

  • Memeriksa dan memperbaiki instalasi listrik secara rutin.
  • Mengganti kabel yang sudah usang dan menghindari penggunaan sambungan bertumpuk.
  • Memastikan keamanan tabung dan peralatan gas.
  • Tidak meninggalkan api terbuka, termasuk lilin, tanpa pengawasan.
  • Menyiapkan Alat Pemadam Api Ringan (APAR) di rumah atau lingkungan RT/RW.

Mengingat tingginya angka kejadian kebakaran, kesadaran masyarakat akan pentingnya keselamatan rumah tangga menjadi sangat krusial. Pemerintah berharap edukasi dan upaya mitigasi risiko dapat terus ditingkatkan untuk mencegah bencana yang sebenarnya dapat dihindari.