Perjuangan Tan Joe Hok: Antara Legenda Bulu Tangkis dan Aspirasi Pahlawan Nasional

Tan Joe Hok: Lebih dari Sekadar Legenda Bulu Tangkis

Kepergian Tan Joe Hok pada 2 Juni 2025, meninggalkan duka mendalam bagi dunia bulu tangkis Indonesia. Lebih dari sekadar seorang pemain, Tan Joe Hok adalah simbol perjuangan, dedikasi, dan cinta tanah air. Namanya abadi sebagai perintis kejayaan Indonesia di kancah bulu tangkis internasional, namun aspirasi agar dirinya diangkat sebagai Pahlawan Nasional terus bergema.

Sang Perintis Kejayaan

Tan Joe Hok bukan hanya sekadar mencatatkan nama di buku sejarah. Ia menorehkan tinta emas dengan membawa pulang Piala Thomas pertama kali ke Indonesia pada tahun 1958. Bersama tim Garuda, ia kembali mempertahankan supremasi tersebut pada tahun 1961 dan 1964. Gelar juara All England 1959 menjadi bukti individualnya, dan medali emas Asian Games 1962 semakin melengkapi daftar prestasinya.

Perjuangan meraih kejayaan itu tidaklah mudah. Di era minim fasilitas dan dukungan, Tan Joe Hok dan rekan-rekannya berjuang dengan semangat membara. Sebelum berlaga di Thomas Cup 1958 di Singapura, mereka harus melalui perjalanan panjang dan melelahkan ke Selandia Baru dan Australia. Keterbatasan dana memaksa mereka untuk berhemat, bahkan tidak sempat berlatih di Australia.

Kisah-kisah heroik mewarnai perjalanan mereka. Ferry Sonneville, yang saat itu sedang menempuh studi di Belanda, harus mengandalkan bantuan dana dari pembaca majalah Star Weekly untuk bisa kembali ke Indonesia dan bergabung dengan tim. Di lapangan, mereka tampil dengan bangga mengenakan kaos sederhana berlogo Garuda, simbol semangat juang.

Pengabdian Tanpa Henti

Cinta Tan Joe Hok pada Indonesia tak lekang oleh waktu. Setelah menempuh pendidikan di Baylor University, Amerika Serikat, ia kembali ke tanah air dan mengabdikan diri sebagai pelatih dan pembina bulu tangkis muda. Pengalamannya di luar negeri, sebagai pelatih di Meksiko dan Hong Kong, semakin mematangkan dirinya. Ia pun tak segan memberikan sumbangsih pemikiran untuk kemajuan bulu tangkis Indonesia.

Semangatnya tak pernah padam, bahkan di usia senja. Ia aktif dalam Komunitas Bulutangkis Indonesia yang didirikannya pada 8 Mei 2004. Komunitas ini tidak hanya memperhatikan kesejahteraan para atlet senior, tetapi juga mengatasi berbagai persoalan yang dihadapi para pemain, seperti kasus Hendrawan yang memerlukan Surat Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia (SBKRI) untuk mengurus paspor.

Aspirasi Pahlawan Nasional

Pada tahun 1964, setelah mengantarkan Indonesia mempertahankan Piala Thomas untuk ketiga kalinya, Presiden Soekarno memberikan penghargaan setinggi-tingginya kepada tim bulu tangkis Indonesia. Tan Joe Hok sendiri menerima Bintang Jasa Nararya dari pemerintah. Penghargaan Lifetime Achievement Award dari KONI Pusat pada tahun 2021 semakin mengukuhkan statusnya sebagai legenda.

Namun, bagi sebagian kalangan, penghargaan tersebut belum cukup. Mereka berpendapat bahwa Tan Joe Hok layak mendapatkan gelar Pahlawan Nasional atas jasa-jasanya yang luar biasa bagi bangsa dan negara. Keteladanannya dalam berkarya dan mengabdikan diri sepanjang hayat menjadi alasan kuat untuk mewujudkan aspirasi tersebut.

Indonesia telah memiliki lebih dari 2000 Pahlawan Nasional, termasuk John Lie, seorang tokoh Tionghoa yang berjuang pada masa revolusi kemerdekaan. Namun, hingga saat ini, belum ada Pahlawan Nasional dari bidang olahraga, khususnya bulu tangkis, yang telah mengharumkan nama Indonesia di dunia.

Pengangkatan Tan Joe Hok sebagai Pahlawan Nasional akan menjadi pengakuan atas kontribusinya yang tak ternilai bagi bangsa dan negara. Selain itu, hal ini juga akan menjadi inspirasi bagi generasi muda untuk terus berjuang dan mengharumkan nama Indonesia di berbagai bidang.