Paradoks Pasar Mobil Listrik: AS Lesu, Indonesia Justru Menggeliat Naik

Perkembangan pasar mobil listrik global menunjukkan dinamika yang menarik, dengan tren yang berbeda antara negara-negara maju dan berkembang. Di Amerika Serikat, minat terhadap mobil listrik dilaporkan mengalami penurunan signifikan. Studi terbaru mengindikasikan bahwa konsumen Amerika masih ragu untuk beralih ke kendaraan listrik berbasis baterai (BEV) karena beberapa faktor krusial.

  • Biaya Perbaikan Baterai: Kekhawatiran utama adalah biaya perbaikan atau penggantian baterai yang mahal, menjadi pertimbangan bagi sebagian besar responden.
  • Harga Beli Tinggi: Harga jual mobil listrik yang masih relatif tinggi dibandingkan dengan mobil konvensional juga menjadi penghalang.
  • Keterbatasan Jarak Tempuh: Ketidaksesuaian mobil listrik untuk perjalanan jarak jauh menjadi perhatian lain, mengingat infrastruktur pengisian daya yang belum merata di seluruh wilayah AS.

Tren serupa juga terlihat di Eropa, di mana beberapa negara mengalami penurunan pangsa pasar dan penjualan mobil listrik. Faktor-faktor seperti pencabutan subsidi pemerintah, harga yang masih premium, dan persaingan ketat dari produsen mobil listrik asal China turut mempengaruhi.

Di tengah perlambatan di pasar negara maju, pasar China tetap menjadi motor penggerak utama pertumbuhan kendaraan listrik global. China memposisikan diri sebagai pusat produksi utama bagi banyak produsen EV dunia, dengan dukungan pemerintah dan pasar domestik yang besar.

Lalu, bagaimana dengan Indonesia? Apakah perlambatan global ini akan berdampak pada pasar mobil listrik di Tanah Air? Pengamat otomotif dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Yannes Martinus Pasaribu, memiliki pandangan optimis. Menurutnya, Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi pemimpin pasar kendaraan listrik di kawasan Asia Tenggara.

Data menunjukkan bahwa penjualan mobil listrik global terus meningkat pesat, dari 10 juta unit pada tahun 2022 menjadi 17 juta unit pada tahun 2024, dan diproyeksikan mencapai 20 juta unit pada tahun 2025. Meskipun pertumbuhan ini didorong oleh pasar China, Indonesia justru menunjukkan tren yang berbeda.

Penjualan mobil listrik di Indonesia mengalami lonjakan signifikan, dari 15.000 unit pada tahun 2022 menjadi lebih dari 43.000 unit pada tahun 2024, dan diperkirakan mencapai 60.000 unit pada tahun 2025. Data dari Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) mengkonfirmasi tren positif ini. Pada tahun 2022, penjualan mobil listrik tercatat sebanyak 10.327 unit, kemudian meningkat menjadi 17.051 unit pada tahun 2023, dan melonjak menjadi 43.188 unit pada tahun 2024. Bahkan, pada periode Januari hingga April 2025, penjualan mobil listrik telah mencapai 23.952 unit.

Yannes menjelaskan bahwa pertumbuhan pesat ini didorong oleh beberapa faktor:

  • Kebijakan Fiskal dan Insentif Pemerintah: Dukungan pemerintah melalui kebijakan fiskal dan insentif menjadi daya tarik bagi konsumen.
  • Harga Terjangkau: Kehadiran produsen China yang menawarkan EV dengan harga yang lebih kompetitif, bersaing langsung dengan mobil Internal Combustion Engine (ICE) konvensional, terutama produk Jepang yang dianggap kurang inovatif dan minim fitur, semakin mempercepat adopsi mobil listrik di Indonesia.

Faktor kunci keberhasilan Indonesia dalam akselerasi kendaraan listrik adalah dukungan regulasi yang konsisten, pengembangan industri baterai yang terarah, dan ketersediaan model kendaraan listrik yang sesuai dengan kebutuhan pasar lokal. Indonesia tidak hanya mengikuti tren stagnasi global, tetapi justru memasuki fase akselerasi yang menjanjikan.

Dengan implementasi roadmap kendaraan listrik yang tepat, Indonesia memiliki peluang besar untuk menjadi pemimpin pasar EV di kawasan Asia Tenggara. Proses realisasi roadmap yang sesuai rencana akan membuka jalan bagi Indonesia untuk mencapai potensi penuhnya dalam industri kendaraan listrik.