Kementerian Lingkungan Hidup Temukan Indikasi Kerusakan Lingkungan Akibat Aktivitas Tambang di Raja Ampat
html
Sorotan Kementerian LH Terhadap Aktivitas Pertambangan di Raja Ampat
Kementerian Lingkungan Hidup (LH) baru-baru ini mengungkapkan temuan terkait aktivitas pertambangan di kawasan Raja Ampat, Papua Barat Daya. Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, memaparkan hasil pengawasan di empat lokasi pertambangan yang berbeda, yang dioperasikan oleh beberapa perusahaan.
Salah satu temuan yang paling mengkhawatirkan adalah indikasi kerusakan lingkungan di Pulau Manuran, yang kegiatan pertambangannya dikelola oleh PT KSP. Pulau kecil seluas 743 hektare ini dinilai mengalami dampak yang signifikan akibat eksploitasi tambang. Menteri Hanif menekankan bahwa pemulihan lingkungan di pulau ini akan menjadi tantangan yang berat, mengingat keterbatasan bahan untuk rehabilitasi. Kementerian LH berencana untuk meninjau kembali dokumen lingkungan terkait aktivitas pertambangan di pulau tersebut.
Temuan-temuan di Lapangan
- Pulau Manuran: Ditemukan kerusakan lingkungan yang signifikan, termasuk pencemaran pantai akibat jebolnya settling pond atau kolam pengendapan. Papan penyegelan telah dipasang oleh tim penegakan hukum, menunjukkan tingkat kerusakan yang serius.
- PT ASP: Perusahaan ini disoroti karena penanganan lingkungan yang perlu ditingkatkan dan belum memiliki manajemen lingkungan yang memadai. Persetujuan lingkungan untuk PT ASP diterbitkan oleh Bupati Kabupaten Raja Ampat pada tahun 2006, namun dokumen tersebut belum diterima oleh Kementerian Lingkungan Hidup untuk ditinjau.
- Pulau Gag: Pertambangan nikel yang dikelola oleh PT GN, anak perusahaan Aneka Tambang (Antam), dinilai relatif memenuhi kaidah-kaidah tata lingkungan. Tingkat pencemaran yang tampak tidak terlalu serius, namun tetap diperlukan pendataan yang lebih mendalam terkait sedimentasi yang menutupi permukaan koral.
- PT Mulia Raymond Perkasa (MRP): Kegiatan eksplorasi di Pulau Manyaifun dan Pulau Batang Pele dihentikan oleh Kementerian Lingkungan Hidup (LH).
Menteri Hanif juga menyoroti pentingnya menjaga keberadaan koral di sekitar pulau-pulau kecil di Raja Ampat, mengingat peran vitalnya sebagai habitat dan kontribusinya terhadap kehidupan laut. Sedimentasi akibat aktivitas pertambangan dapat mengancam ekosistem koral yang rapuh ini.
Selain itu, ditemukan bahwa PT ASP melakukan pembukaan lahan yang melebihi izin pinjam pakai kawasan hutan, dengan luas sekitar 5 hektare di luar izin yang diberikan. Hal ini dianggap sebagai pelanggaran terhadap persetujuan lingkungan.
Kementerian Lingkungan Hidup berencana untuk meninjau kembali pemberian izin persetujuan lingkungan untuk kegiatan tambang di Kabupaten Raja Ampat. Pertimbangan utama dalam peninjauan ini adalah kemampuan perusahaan untuk menguasai teknologi penanganan lingkungan dan merehabilitasi kerusakan yang ditimbulkan.
Secara keseluruhan, temuan Kementerian LH menunjukkan adanya tantangan dalam pengelolaan lingkungan terkait aktivitas pertambangan di Raja Ampat. Perlu adanya peningkatan pengawasan dan penegakan hukum untuk memastikan bahwa kegiatan pertambangan dilakukan secara bertanggung jawab dan tidak merusak lingkungan yang berharga di kawasan tersebut.