Jejak Graha Garuda Tiara Indonesia: Proyek Megah yang Tertinggal di Bogor
Jejak Graha Garuda Tiara Indonesia: Proyek Megah yang Tertinggal di Bogor
Di Kabupaten Bogor, Jawa Barat, pernah berdiri sebuah kompleks bangunan megah yang desainnya terinspirasi dari Garuda Pancasila. Graha Garuda Tiara Indonesia (GGTI), demikian namanya, selama beberapa tahun menjadi saksi bisu ambisi pembangunan yang kemudian terhenti dan meninggalkan jejak berupa lahan kosong. Kompleks seluas 44 hektar di Jalan Narogong Km 23, Cileungsi ini, kini hanya tinggal kenangan, sebuah catatan sejarah pembangunan yang tak tuntas.
Pembangunan GGTI dimulai pada Februari 1995. Dari citra satelit, bentuk bangunan utama menyerupai Garuda dengan detail lambang Pancasila dan sayap yang terbentang. Proyek ambisius ini dirancang sebagai pusat multifungsi yang meliputi wisma atlet, ruang konvensi, hotel, dan bahkan direncanakan dilengkapi dua menara apartemen. Kompleks GGTI terdiri dari lima wisma (A, B, C, D, dan E), masing-masing berlantai tiga, dengan total 456 kamar. Kapasitas hunian bervariasi, dengan wisma D dan E memiliki kamar yang dapat menampung empat orang, sementara wisma A, B, dan C dapat menampung hingga delapan orang per kamar. Fasilitas lain yang tersedia mencakup lapangan parkir yang luas (mampu menampung hingga 100 bus), helipad, dua lapangan tenis, dua lapangan basket, dua lapangan voli, dan dua kolam renang. Ruang konvensi di bagian dada dan kepala Garuda mampu menampung hingga 3.000 orang, sementara bagian ekor bangunan difungsikan sebagai hotel dengan 196 kamar. Proyek ini, menurut kurs tahun 2015, menelan biaya fantastis sekitar Rp 75 miliar, dan kualitas bangunannya digadang-gadang kelas satu.
GGTI dikelola oleh yayasan yang dipimpin oleh Siti Hardiyanti Rukmana, putri Presiden Soeharto. Keluarga Soeharto sering mengunjungi lokasi selama masa pembangunan, baik untuk memantau progres maupun menginap di hotel yang ada. Pembangunan GGTI, yang mencapai 80% penyelesaian pada tahun 1998, terhenti seiring dengan lengsernya Presiden Soeharto. Meskipun belum rampung, GGTI sempat beroperasi dan digunakan, misalnya untuk menampung peserta kirab yang diselenggarakan oleh Tutut Soeharto. Namun, pada tahun 2014, bangunan GGTI telah rata dengan tanah, meninggalkan lahan kosong hingga awal tahun 2020. Kini, lahan tersebut telah beralih fungsi, ditandai dengan beberapa bangunan baru yang berdiri di beberapa petak lahan, dan pada tahun 2024 terlihat lahan tersebut telah kembali hijau dan telah dibangun kembali bangunan - bangunan baru di lahan tersebut.
Kisah GGTI menjadi pelajaran berharga tentang proyek-proyek besar yang terbengkalai, serta bagaimana perubahan politik dan ekonomi dapat memengaruhi nasib sebuah pembangunan yang semula diproyeksikan sebagai ikon daerah. Bangunan megah yang terinspirasi dari simbol negara ini kini hanya menyisakan kenangan dan pertanyaan akan masa depan lahan yang luas tersebut.