Kementerian Lingkungan Hidup Soroti Praktik Pertambangan di Raja Ampat: Temuan dan Tindak Lanjut
Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) baru-baru ini memaparkan hasil pemantauan terhadap aktivitas pertambangan di wilayah Raja Ampat, Papua Barat Daya. Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, menyampaikan temuan tersebut dalam sebuah konferensi pers, menyoroti perbedaan signifikan dalam praktik pengelolaan lingkungan di antara berbagai perusahaan yang beroperasi di wilayah tersebut. Pemantauan dilakukan pada periode 26 hingga 31 Mei 2025 dan mencakup empat lokasi pertambangan yang dikelola oleh perusahaan yang berbeda.
Fokus utama pemaparan adalah evaluasi kepatuhan perusahaan terhadap kaidah lingkungan dan dampak operasional pertambangan terhadap ekosistem Raja Ampat yang terkenal dengan keindahan bawah lautnya. Berikut adalah rincian temuan KLH di masing-masing lokasi:
-
Pulau Gag (PT GN):
- PT GN, anak perusahaan PT Aneka Tambang (Antam), dinilai relatif memenuhi standar tata lingkungan. Tingkat pencemaran yang tampak secara visual tidak terlalu serius.
- Meski demikian, KLH menekankan perlunya pendataan lebih mendalam, terutama terkait sedimentasi yang berpotensi menutupi permukaan koral. Luas bukaan tambang oleh PT GN tercatat sebesar 187,87 hektare.
- PT GN termasuk dalam daftar 13 perusahaan yang diizinkan melanjutkan kontrak karya pertambangan di kawasan hutan berdasarkan UU No. 19 Tahun 2004.
-
Pulau Manuran (PT ASP):
- KLH menyoroti kerusakan lingkungan yang signifikan di Pulau Manuran. Persetujuan lingkungan untuk PT ASP dikeluarkan oleh Bupati Raja Ampat pada tahun 2006, namun dokumen tersebut belum diterima oleh KLH untuk ditinjau lebih lanjut.
- Kejadian jebolnya settling pond atau kolam pengendapan menyebabkan pencemaran pantai dan kekeruhan yang tinggi.
- KLH menilai PT ASP perlu meningkatkan penanganan lingkungan dan belum memiliki manajemen lingkungan yang memadai.
-
Pulau Kawei (PT KSM):
- KLH menemukan bahwa PT Kawei Sejahtera Mining (KSM) melakukan kegiatan penambangan di luar Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH) seluas 5 hektare. Tindakan ini melanggar persetujuan lingkungan yang telah diberikan.
-
Pulau Manyaifun dan Batang Pele (PT MRP):
- PT Mulia Raymond Perkasa (MRP) mengelola Pulau Manyaifun (21 Ha) dan Pulau Batang Pele (2.031,25 Ha).
- Aktivitas PT MRP masih dalam tahap eksplorasi. KLH telah menghentikan kegiatan eksplorasi tersebut karena belum ada dampak signifikan yang ditimbulkan.
Menteri Hanif menegaskan bahwa KLH akan terus melakukan pengawasan dan evaluasi terhadap aktivitas pertambangan di Raja Ampat untuk memastikan perlindungan lingkungan dan keberlanjutan ekosistem yang unik dan berharga tersebut. Tindakan tegas akan diambil terhadap perusahaan yang terbukti melanggar peraturan dan menyebabkan kerusakan lingkungan.