Anggaran Mobil Dinas Pejabat Naik, Kebijakan Makan Menteri Disorot: Pemerintah Didesak Adil dalam Efisiensi
Kebijakan pemerintah yang menaikkan anggaran pengadaan mobil dinas bagi pejabat eselon I menjadi Rp 931.648.000 dari sebelumnya Rp 878.913.000, memicu gelombang kritik. Kenaikan sebesar Rp 52,7 juta ini dianggap tidak sejalan dengan semangat efisiensi anggaran yang tengah digalakkan.
Selain itu, penetapan biaya makan menteri sebesar Rp 171 ribu untuk setiap rapat koordinasi juga menuai sorotan. Kebijakan ini dinilai kontras dengan langkah-langkah penghematan yang diterapkan pada level staf, seperti penghapusan uang saku untuk rapat halfday bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada tahun ini, dan rencana penghapusan uang saku rapat fullday mulai tahun 2026.
Direktur Kebijakan Publik Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Media Wahyudi Askar, menyoroti ketidakadilan dalam implementasi efisiensi anggaran. Ia berpendapat bahwa efisiensi seharusnya tidak hanya menyasar level staf, sementara pejabat tinggi tetap leluasa menghabiskan anggaran untuk hal-hal yang kurang prioritas.
"Efisiensi seharusnya tidak hanya dilakukan di level staf. Belanja pejabat tinggi seharusnya dievaluasi, termasuk untuk hal-hal yang kurang penting," ungkap Wahyudi.
Ia juga menyinggung praktik rapat-rapat yang masih sering diadakan di hotel-hotel mewah oleh pejabat pusat. Sementara itu, pejabat di daerah justru dituntut untuk melakukan efisiensi anggaran secara ketat.
"Harus ada keadilan. Jika efisiensi hanya diterapkan pada pejabat daerah, sementara kementerian-kementerian strategis masih menggelar rapat di hotel-hotel mewah di Jakarta, ini jelas tidak adil," tegasnya.
Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Mohamad Fadhil Hasan, menilai bahwa desain dan implementasi program efisiensi anggaran saat ini masih belum jelas, sehingga menimbulkan kontradiksi di lapangan. Ia menekankan pentingnya evaluasi terhadap program dan kegiatan pemerintah untuk mengidentifikasi mana yang efektif dan memberikan dampak besar bagi perekonomian, serta mana yang kurang efektif dan efisien.
"Evaluasi menyeluruh perlu dilakukan untuk melihat efektivitas program dan dampaknya terhadap ekonomi," kata Fadhil.
Untuk mengatasi permasalahan ini, Fadhil menyarankan agar pemerintah segera menyusun petunjuk pelaksanaan (juklak) dan petunjuk teknis (juknis) yang jelas dan komprehensif, yang dapat dijadikan acuan bagi kementerian/lembaga hingga pemerintah daerah. Dengan demikian, pendekatan efisiensi anggaran dapat dilakukan secara terpadu dan tidak bersifat sektoral.
"Penyusunan juklak dan juknis yang jelas akan membantu implementasi efisiensi anggaran secara komprehensif," pungkasnya.