Kejagung Agendakan Pemeriksaan Ulang Dirut Sritex Terkait Dugaan Korupsi Kredit Macet
Kejaksaan Agung (Kejagung) berencana untuk kembali memeriksa Direktur Utama PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex), Iwan Kurniawan Lukminto (IKL), terkait dengan kasus dugaan korupsi dalam pemberian fasilitas kredit. Pemeriksaan lanjutan ini dijadwalkan berlangsung pada pekan depan di Jakarta.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, mengkonfirmasi rencana pemeriksaan tersebut. Meskipun tanggal pasti belum ditentukan mengingat masa cuti bersama Idul Adha, Harli menegaskan bahwa tim penyidik telah menyiapkan agenda pemeriksaan IKL di Jakarta. Sebelumnya, IKL telah diperiksa pada tanggal 2 Juni 2025 dalam kapasitasnya sebagai pimpinan Sritex, di mana sebelum menjabat sebagai Direktur Utama, ia menduduki posisi Wakil Direktur Utama.
Kasus dugaan korupsi ini mencuat ketika Iwan Setiawan Lukminto (ISL) masih menjabat sebagai Direktur Utama. Dalam kasus ini, Kejagung telah menetapkan tiga tersangka:
- DS (Dicky Syahbandinata), Pemimpin Divisi Korporasi dan Komersial PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (BJB) Tahun 2020.
- Zainuddin Mappa (ZM), Direktur Utama PT Bank DKI Tahun 2020.
- Iwan Setiawan Lukminto (ISL), Direktur Utama PT Sritex Tahun 2005–2022.
Kejagung mengungkap bahwa total pinjaman dari BJB dan Bank DKI mencapai Rp 692 miliar. Dana ini dinyatakan sebagai kerugian negara akibat kredit macet yang dialami Sritex. Perusahaan tekstil tersebut, yang telah dinyatakan pailit sejak Oktober 2024, gagal memenuhi kewajiban pembayaran kredit.
Berdasarkan investigasi, total kredit macet Sritex mencapai Rp 3,58 triliun. Angka ini berasal dari berbagai bank daerah dan bank pemerintah yang memberikan kredit kepada Sritex. Penyidik masih terus mendalami dasar pemberian kredit tersebut.
Selain BJB dan Bank DKI, Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah (Bank Jateng) diketahui memberikan kredit sebesar Rp 395.663.215.800. Sindikasi bank yang terdiri dari Bank BNI, Bank BRI, dan LPEI juga memberikan kredit dengan total Rp 2,5 triliun. Saat ini, status Bank Jateng serta sindikasi bank tersebut masih sebagai saksi, berbeda dengan BJB dan Bank DKI yang telah ditemukan indikasi tindakan melawan hukum.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Saat ini, para tersangka ditahan di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung selama 20 hari ke depan untuk kepentingan penyidikan.