Kontroversi Tambang Nikel di Raja Ampat: Sorotan Publik Tertuju pada PT Anugerah Surya Pratama
Polemik seputar aktivitas pertambangan nikel di Raja Ampat, Papua Barat, kian memanas dan menarik perhatian publik. Kritikan tajam dilayangkan terkait dugaan kerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh kegiatan eksploitasi sumber daya alam tersebut. Sorotan utama tertuju pada PT Anugerah Surya Pratama, salah satu perusahaan yang beroperasi di wilayah tersebut.
Aksi Protes dan Tuntutan Transparansi
Gelombang protes mencapai puncaknya ketika aktivis Greenpeace Indonesia melakukan aksi demonstrasi di Indonesia Critical Minerals Conference and Expo di Jakarta. Mereka membentangkan spanduk di depan Wakil Menteri Luar Negeri, menyerukan penghentian aktivitas pertambangan yang dianggap merusak lingkungan Raja Ampat. Greenpeace menuding perusahaan tambang telah melakukan pelanggaran serius, termasuk penggundulan hutan secara masif dan pencemaran laut akibat sedimentasi.
Profil PT Anugerah Surya Pratama
Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup, PT Anugerah Surya Pratama merupakan perusahaan pemilik izin tambang nikel di Raja Ampat dengan status Penanaman Modal Asing (PMA). Perusahaan ini terafiliasi dengan PT Wanxiang Nickel Indonesia, yang juga merupakan bagian dari Vansun Group, sebuah perusahaan tambang raksasa asal China. PT Wanxiang Nickel Indonesia dikenal sebagai salah satu dari sepuluh perusahaan China yang mengelola fasilitas pengolahan dan pemurnian logam (smelter) di Morowali, Sulawesi Tengah.
- Lokasi Tambang: Pulau Waigeo dan Manuran, Papua
- Kapasitas Produksi (2023): 351 ribu ton feronikel (FeNi)
Data dari Kementerian ESDM menunjukkan bahwa PT Wanxiang Nickel Indonesia mengolah 3,5 juta ton bijih nikel pada tahun 2023. Selain PT Anugerah Surya Pratama, terdapat beberapa perusahaan lain yang juga memiliki izin tambang nikel di Raja Ampat, termasuk PT Gag Nickel (anak perusahaan Antam), PT Kawei Sejahtera Mining, dan PT Mulia Raymond Perkasa.
Klarifikasi Pemerintah dan Komitmen Perlindungan Lingkungan
Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia, memberikan klarifikasi terkait polemik ini. Ia membantah bahwa aktivitas pertambangan dilakukan di Pulau Piaynemo, yang merupakan ikon pariwisata Raja Ampat. Bahlil menjelaskan bahwa Raja Ampat terdiri dari berbagai pulau dengan fungsi yang berbeda, termasuk kawasan hutan konversi, pariwisata, dan pertambangan. Ia juga menegaskan komitmen pemerintah untuk melindungi kawasan pariwisata Raja Ampat dari aktivitas pertambangan.
Pemerintah akan melakukan verifikasi terhadap foto-foto eksploitasi tambang nikel yang beredar di media sosial untuk memastikan kebenarannya. Bahlil menegaskan bahwa pemerintah akan mengambil tindakan tegas jika ditemukan pelanggaran yang merugikan lingkungan dan mengancam keberlangsungan sektor pariwisata di Raja Ampat.