Pro dan Kontra Pemasangan Stairlift di Candi Borobudur: Upaya Inklusivitas atau Ancaman Konservasi?

Pemasangan stairlift di Candi Borobudur telah memicu perdebatan sengit di kalangan budayawan, politisi, dan masyarakat umum. Gagasan ini, yang bertujuan untuk meningkatkan aksesibilitas bagi penyandang disabilitas dan lansia, dianggap oleh sebagian pihak sebagai langkah maju dalam mewujudkan wisata inklusif. Namun, pihak lain mengkhawatirkan dampaknya terhadap pelestarian cagar budaya yang telah berdiri selama berabad-abad.

Usulan pemasangan stairlift mengemuka setelah kunjungan Presiden Prancis Emmanuel Macron ke Candi Borobudur pada Mei 2025. Menteri Kebudayaan saat itu, Fadli Zon, membela rencana tersebut dengan menyatakan bahwa langkah serupa telah diterapkan di berbagai situs warisan dunia lainnya. Ia menegaskan bahwa pemasangan stairlift tidak akan merusak struktur candi karena bersifat portabel dan tidak memerlukan pengeboran atau pemasangan permanen. Fadli Zon juga menambahkan pemasangan stairlift merupakan bagian dari inklusivitas cagar budaya dan tidak masif serta digunakan oleh orang yang sudah tua atau disabilitas.

Namun, pernyataan Fadli Zon tersebut menuai kritik dari berbagai pihak. Anggota DPR dari Fraksi PDIP, My Esti Wijayati, menekankan pentingnya mematuhi peraturan perundang-undangan yang mengatur cagar budaya. Ia mengingatkan bahwa struktur Borobudur mengalami penurunan alami setiap tahun, dan penambahan beban dari stairlift permanen dapat memperburuk kondisi tersebut. Esti menyarankan agar pemasangan stairlift hanya dilakukan sementara untuk keperluan protokoler tamu negara, dan segera dibongkar setelahnya. Ia juga menekankan bahwa Candi Borobudur bukan sekadar objek wisata, melainkan tempat ibadah dan pusat spiritual umat Buddha, sehingga fungsi religius harus menjadi prioritas utama dalam pengelolaannya.

Politisi PKB, Lalu, juga menyampaikan kekhawatiran serupa. Ia mewanti-wanti bahwa pemasangan stairlift berisiko mengganggu keaslian struktur dan estetika candi. Ia mendesak pemerintah untuk melakukan kajian teknis dan arkeologis yang komprehensif, serta melibatkan para ahli konservasi dan UNESCO dalam proses pengambilan keputusan. Lalu menilai upaya pemerintah dalam menerapkan wisata yang inklusif dapat diterapkan tanpa merusak struktur asli candi dengan menggunakan solusi alternatif yang lebih ramah konservasi.

Perdebatan mengenai pemasangan stairlift di Candi Borobudur mencerminkan dilema kompleks antara kebutuhan untuk meningkatkan aksesibilitas dan kewajiban untuk melestarikan warisan budaya. Pemerintah perlu mempertimbangkan dengan cermat semua aspek terkait, termasuk dampak lingkungan, sosial, dan budaya, sebelum mengambil keputusan akhir. Keterlibatan aktif dari para ahli, masyarakat, dan pemangku kepentingan terkait sangat penting untuk memastikan bahwa solusi yang dipilih dapat memenuhi kebutuhan semua pihak tanpa mengorbankan nilai-nilai luhur Candi Borobudur.

Berikut adalah poin-poin penting yang perlu dipertimbangkan:

  • Inklusivitas: Pemasangan stairlift dapat meningkatkan aksesibilitas bagi penyandang disabilitas dan lansia, memungkinkan mereka untuk menikmati keindahan Candi Borobudur.
  • Konservasi: Pemasangan stairlift berpotensi merusak struktur dan estetika candi, terutama jika dilakukan secara permanen.
  • Regulasi: Pemasangan stairlift harus mematuhi peraturan perundang-undangan yang mengatur cagar budaya.
  • Kajian: Pemerintah perlu melakukan kajian teknis dan arkeologis yang komprehensif sebelum mengambil keputusan.
  • Alternatif: Pemerintah perlu mempertimbangkan solusi alternatif yang lebih ramah konservasi, seperti penyediaan akses virtual atau replika candi.
  • Keterlibatan: Pemerintah perlu melibatkan para ahli, masyarakat, dan pemangku kepentingan terkait dalam proses pengambilan keputusan.