KPK Perluas Investigasi Dugaan Pemerasan TKA, Imigrasi Jadi Sorotan

Dugaan Pemerasan TKA Merambah Imigrasi, KPK Intensifkan Penyelidikan

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperluas cakupan investigasinya terkait dugaan praktik pemerasan dalam proses perizinan Tenaga Kerja Asing (TKA). Indikasi kuat mengarah pada keterlibatan oknum di Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan (Imipas), menyusul temuan serupa di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker).

"KPK tidak menutup mata terhadap potensi praktik serupa di Imigrasi. Kami menduga bahwa masalah ini tidak terbatas hanya pada Kemnaker," ungkap Pelaksana Harian (Plh) Direktur Penyidikan KPK, Budi Sukmo, dalam keterangan persnya.

Budi Sukmo menjelaskan alur perizinan TKA tidak berhenti setelah Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) diterbitkan oleh Kemnaker. Proses selanjutnya melibatkan pengurusan izin tinggal dan izin kerja di Imigrasi. Kedua izin ini merupakan syarat mutlak bagi TKA agar dapat bekerja secara legal di wilayah Indonesia.

"Setelah RPTKA terbit, masih ada tahapan lanjutan terkait izin yang dikeluarkan Imigrasi untuk TKA," imbuhnya. KPK kini tengah mendalami dugaan praktik korupsi yang disinyalir telah berlangsung sejak tahun 2012.

Respon Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan

Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan (Imipas), Jenderal Polisi (Purn) Agus Andrianto, menyatakan kesiapannya untuk mendukung penuh upaya KPK dalam mengungkap kasus ini. Ia menilai langkah KPK sebagai momentum penting bagi Kementerian untuk melakukan evaluasi dan pembenahan internal.

"Kami mendukung penuh proses hukum yang sedang berjalan," tegas Agus.

Konstruksi Kasus dan Modus Operandi

Sejauh ini, KPK telah menetapkan delapan orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemerasan dan gratifikasi terkait perizinan TKA. Para tersangka berasal dari berbagai tingkatan jabatan di Kemnaker, termasuk:

  • Mantan Dirjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Binapenta dan PKK) Suhartono (SH)
  • Dirjen Binapenta Kemenaker periode 2024-2025 Haryanto (HY)
  • Direktur Pengendalian Penggunaan TKA (PPTKA) Kemenaker tahun 2017-2019 Wisnu Pramono (WP)
  • Koordinator Uji Kelayakan Pengesahan Pengendalian Penggunaan TKA Devi Anggraeni (DA)
  • Kepala Sub Direktorat Maritim dan Pertanian di Direktorat Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja Gatot Widiartono (GTW)
  • Staf: Putri Citra Wahyoe (PCW), Jamal Shodiqin (JMS), dan Alfa Eshad (ALF)

Total kerugian akibat praktik pemerasan ini ditaksir mencapai Rp 53,7 miliar. Modus operandi yang digunakan para tersangka adalah dengan meminta sejumlah uang kepada calon TKA sebagai imbalan atas percepatan proses penerbitan RPTKA. Permintaan ini dilakukan secara terstruktur dan melibatkan berbagai pihak di dalam Kemnaker.

Proses permohonan RPTKA yang seharusnya dilakukan secara online, dimanfaatkan oleh oknum staf Kemnaker untuk menghubungi calon TKA melalui WhatsApp dan meminta kelengkapan berkas. Inilah celah yang kemudian digunakan untuk meminta sejumlah uang dengan menjanjikan percepatan proses. Jika permintaan tidak dipenuhi, proses penerbitan izin akan sengaja diperlambat.

Calon TKA yang merasa kesulitan dengan proses online, seringkali mendatangi langsung kantor Kemnaker. Dalam pertemuan tatap muka inilah, para staf menawarkan "bantuan" untuk mempercepat proses pengesahan RPTKA dengan imbalan sejumlah uang.

KPK menjelaskan, apabila RPTKA tidak diterbitkan, maka penerbitan izin kerja dan izin tinggal TKA juga akan terhambat. Hal ini berpotensi menyebabkan TKA dikenai denda sebesar Rp 1.000.000 per hari. Untuk menghindari denda ini, calon TKA akhirnya terpaksa menuruti permintaan para tersangka dan terjerumus dalam praktik pemerasan.