Harmoni Idul Adha di Bali: Umat Muslim Lestarikan Tradisi Ngejot, Berbagi Kebahagiaan dengan Sesama

Semangat Kebersamaan dalam Idul Adha: Tradisi Ngejot di Bali Eratkan Tali Persaudaraan

Perayaan Idul Adha di Bali tidak hanya menjadi momen penting bagi umat Muslim, tetapi juga menjadi simbol indahnya kerukunan antarumat beragama. Di berbagai penjuru Pulau Dewata, terlihat bagaimana umat Islam dengan penuh suka cita berbagi kebahagiaan melalui tradisi ngejot, memberikan daging kurban kepada tetangga dan saudara-saudara yang berbeda keyakinan.

Tradisi ngejot sendiri merupakan bagian tak terpisahkan dari budaya Bali, di mana masyarakat saling memberikan makanan atau barang sebagai bentuk perhatian dan mempererat tali persaudaraan. Pada momen Idul Adha, umat Muslim Bali melestarikan tradisi ini dengan membagikan daging kurban, hasil dari penyembelihan hewan seperti sapi dan kambing, kepada masyarakat non-Muslim.

Kisah-Kisah Indah dari Berbagai Daerah di Bali

Di Denpasar, I Gusti Ayu Anjani, seorang warga Hindu, menyambut dengan senyum sumringah pemberian daging kurban dari Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII). Meskipun tidak mengonsumsi daging sapi, Anjani dengan senang hati membagikan daging tersebut kepada anak-anak kos di rumahnya yang mayoritas beragama Islam. Baginya, ini adalah wujud nyata dari toleransi dan saling menghormati antarumat beragama.

"Istilahnya, kami berbeda agama, tetapi tetap saling menghormati. Saya sendiri biasa ngejot buah yang belum dihaturkan," ungkap Anjani, menggambarkan bagaimana tradisi saling memberi ini juga ia lakukan saat perayaan Galungan dan Kuningan.

Cerita serupa datang dari Anak Agung Ngurah Suwarta, warga lainnya di Denpasar. Ia merasa bahagia menjadi salah satu penerima pertama daging kurban. Kegembiraannya berlipat ganda jika mendapatkan daging kambing, yang menjadi favoritnya karena alasan kesehatan.

LDII Bali sendiri pada Idul Adha tahun 2025, memotong 14 sapi dan 32 kambing untuk dibagikan kepada warga sekitar. Ketua LDII Bali, Olih Solihat Karso, menegaskan bahwa berkurban adalah kewajiban bagi umat Muslim yang mampu, namun pelaksanaannya diselaraskan dengan adat istiadat Bali.

Harmoni di Kampung Angantiga, Badung

Di Kampung Angantiga, Kecamatan Petang, Badung, tradisi ngejot telah diwariskan secara turun-temurun selama ratusan tahun. Warga muslim di kampung tersebut membagikan daging kurban kepada prajuru (pengurus) adat setempat.

"Kami meneruskan tradisi yang bagus ini sampai sekarang. Tetap ngejot," kata Kepala Kampung Angantiga, M Ramsudin.

Warga Muslim Angantiga, yang sebagian besar berasal dari suku Bugis, telah hidup berdampingan dengan warga Hindu selama kurang lebih 400 tahun. Bendesa Adat Angantiga, I Nyoman Kamiana, bersyukur atas kerukunan yang terjalin dan berkomitmen untuk terus menjaganya.

"Umat muslim Angantiga sudah menjalankan apa yang diwarisi, yakni ngejot saat hari raya, terkhusus Idul Adha. Kami juga memberikan hal yang sama saat hari raya Galungan. Mudah-mudahan ini terus berjalan sampai generasi berikutnya," tutur Kamiana.

Ngejot di Tabanan: Silaturahmi dan Toleransi

Pengurus Masjid Agung Al-Mujahidin Tabanan juga memastikan tradisi ngejot tetap dilaksanakan. Tradisi ini menjadi wujud silaturahmi dan memperkuat toleransi antarumat beragama di lingkungan Desa Dauh Peken.

Ketua Panitia Kurban Masjid Agung Tabanan, Muhammad Barlian, menjelaskan bahwa tradisi ini sudah berlangsung sejak lama dan tetap dipertahankan, meskipun jumlah hewan kurban tahun ini mengalami sedikit penurunan.

Melalui tradisi ngejot, umat Muslim di Bali tidak hanya menjalankan perintah agama untuk berkurban, tetapi juga menjalin hubungan yang harmonis dengan sesama, tanpa memandang perbedaan keyakinan. Semangat kebersamaan dan toleransi ini menjadi kekuatan tersendiri bagi masyarakat Bali, dan menjadi contoh bagi daerah lain di Indonesia.