PHK Massal Sritex Group: 11.025 Pekerja Kehilangan Pekerjaan
PHK Massal Sritex Group: 11.025 Pekerja Kehilangan Pekerjaan
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), Ida Fauziyah, mengkonfirmasi angka resmi pemutusan hubungan kerja (PHK) di lingkungan Sritex Group mencapai 11.025 pekerja. Angka ini merupakan akumulasi PHK yang terjadi secara bertahap sejak Agustus 2024 hingga Februari 2025, mengakibatkan dampak signifikan terhadap ribuan pekerja dan keluarga mereka. Kondisi ini semakin memprihatinkan mengingat Sritex Group merupakan salah satu perusahaan tekstil terbesar di Indonesia yang selama ini menyerap banyak tenaga kerja.
Proses PHK tersebut terjadi dalam beberapa tahap. Pada Agustus 2024, sebelum dinyatakan pailit, tercatat 340 pekerja di PT Sinar Pantja Djaja, Semarang, telah terkena PHK. Selanjutnya, pada Januari 2025, sebanyak 1.081 pekerja PT Bitratex Industries mengalami PHK. Menariknya, PHK di Bitratex Industries didominasi oleh pengajuan PHK dari para pekerja sendiri, yang menunjukkan keresahan dan ketidakpastian masa depan di tengah situasi perusahaan yang kian memburuk. Mereka memilih untuk mengakhiri masa kerja mereka dan mencari peluang baru agar mendapatkan kepastian ekonomi.
Puncak PHK terjadi pada 26 Februari 2025, dengan angka yang sangat signifikan yaitu 9.604 pekerja. Rinciannya sebagai berikut:
- PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex): 8.504 pekerja
- PT Primayuda Mandirijaya: 956 pekerja
- PT Sinar Pantja Djaja: 40 pekerja
- PT Bitratex Industries: 104 pekerja
Dengan berakhirnya operasional Sritex Group pada 1 Maret 2025, pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan kini fokus pada pemenuhan hak-hak pekerja yang terkena PHK. Hal ini meliputi pembayaran upah, pesangon, Tunjangan Hari Raya (THR), dan manfaat program jaminan sosial ketenagakerjaan seperti Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), dan Jaminan Kematian (JKM). Proses ini akan membutuhkan koordinasi dan pengawasan yang ketat untuk memastikan semua pekerja mendapatkan hak-haknya secara adil dan tepat waktu.
Kasus PHK massal di Sritex Group ini menjadi sorotan publik dan mengungkap tantangan besar yang dihadapi sektor industri tekstil di Indonesia. Perlu adanya evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan dan strategi untuk melindungi pekerja dan menjaga keberlanjutan industri tekstil nasional. Pemerintah diharapkan mampu mengambil langkah-langkah konkret untuk mencegah terulangnya kejadian serupa di masa mendatang dan memberikan solusi yang komprehensif bagi para pekerja yang terdampak.
Pemerintah juga perlu berkolaborasi dengan berbagai pihak, termasuk serikat pekerja, asosiasi pengusaha, dan lembaga terkait lainnya, untuk membangun sistem perlindungan pekerja yang lebih kuat dan efektif. Hal ini termasuk peningkatan program pelatihan dan penempatan kerja bagi pekerja yang terkena PHK, serta pengembangan kebijakan yang mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.