Masa Depan Raja Ampat: Pariwisata Berkelanjutan Versus Ancaman Tambang Nikel

Menteri Pariwisata, Widiyanti Putri Wardhana, menegaskan komitmen pemerintah untuk menjaga keseimbangan antara kepentingan ekonomi dan kelestarian lingkungan di Raja Ampat, Papua Barat Daya. Penegasan ini muncul di tengah sorotan publik terhadap potensi dampak negatif dari aktivitas pertambangan nikel di wilayah tersebut.

Widiyanti menekankan bahwa segala bentuk pembangunan, termasuk pariwisata, harus mempertimbangkan keseimbangan antara ekologi, kondisi sosial masyarakat, dan keberlangsungan ekonomi. Kementerian Pariwisata telah mengambil langkah-langkah konkret untuk melindungi Raja Ampat sebagai destinasi wisata unggulan.

Upaya Perlindungan Raja Ampat:

  • Kunjungan Kerja ke Raja Ampat: Menteri bersama dengan anggota DPR RI melakukan kunjungan langsung ke Raja Ampat untuk berdialog dengan masyarakat adat. Aspirasi masyarakat yang menolak rencana pemberian izin tambang baru menjadi perhatian utama. Masyarakat adat menekankan pentingnya menjaga ekosistem dan identitas Raja Ampat sebagai kawasan wisata, bukan wilayah industri ekstraktif.

  • Komitmen DPR RI: Komisi VII DPR RI berkomitmen untuk menyampaikan aspirasi masyarakat terkait pencemaran lingkungan akibat tambang nikel ke tingkat yang lebih tinggi di DPR RI. Selain itu, mereka juga meminta pemerintah pusat untuk mengevaluasi kembali izin-izin tambang yang ada demi menjaga kelestarian ekosistem Raja Ampat.

  • Koordinasi dengan Pemerintah Daerah: Menteri Pariwisata telah bertemu dengan Gubernur Papua Barat Daya, Elisa Kambu, untuk membahas upaya bersama dalam menjaga ekologi Raja Ampat. Kedua pihak sepakat untuk memperkuat koordinasi dan sinergi dalam pengelolaan wilayah tersebut.

  • Rapat Koordinasi Lintas Sektor: Kementerian Pariwisata mengadakan rapat koordinasi yang melibatkan berbagai sektor terkait untuk merumuskan langkah-langkah perlindungan jangka panjang bagi Raja Ampat. Fokus utama adalah mendorong pengembangan quality tourism yang berkelanjutan dan investasi hijau yang berpihak pada masyarakat dan lingkungan.

Widiyanti menekankan bahwa pembangunan pariwisata di Raja Ampat harus didasarkan pada kelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat lokal. Prinsip keberlanjutan, keadilan sosial, dan ketahanan ekosistem akan menjadi pedoman utama dalam pembangunan kawasan Raja Ampat di masa depan.

Isu pertambangan nikel di Raja Ampat mencuat setelah aksi protes yang dilakukan oleh aktivis Greenpeace Indonesia dan Raja Ampat pada acara Indonesia Critical Minerals Conference 2025. Mereka menyuarakan kekhawatiran mengenai dampak ekspansi tambang di Papua. Aksi tersebut sempat berujung pada penangkapan singkat para aktivis oleh panitia acara.

Greenpeace menyoroti bahwa industri nikel telah menyebabkan kerusakan lingkungan yang signifikan, termasuk pembabatan hutan, pencemaran sumber air, dan kontribusi terhadap krisis iklim melalui penggunaan PLTU captive sebagai sumber energi. Hasil investigasi Greenpeace menunjukkan adanya aktivitas pertambangan di beberapa pulau di Raja Ampat, seperti Pulau Gag, Pulau Kawe, dan Pulau Manuran, yang telah menyebabkan kerusakan hutan dan sedimentasi di pesisir.

Dampak Pertambangan Nikel di Raja Ampat (Menurut Greenpeace):

  • Pembabatan lebih dari 500 hektare hutan dan vegetasi alami.
  • Limpasan tanah yang memicu sedimentasi di pesisir.
  • Potensi kerusakan karang dan ekosistem perairan Raja Ampat.