Krisis Iklim Ancam Tradisi Kurban, Maroko Imbau Penundaan Penyembelihan Hewan Kurban Idul Adha 2025

Perayaan Idul Adha, sebuah momen penting dalam kalender Islam yang identik dengan penyembelihan hewan kurban, menghadapi tantangan serius di Maroko. Pemerintah kerajaan Afrika Utara ini telah mengeluarkan imbauan kepada warganya untuk menunda pelaksanaan penyembelihan hewan kurban pada Idul Adha tahun 2025 mendatang.

Keputusan yang diumumkan pada awal Mei ini, didasari oleh kekhawatiran mendalam terhadap kondisi ekonomi negara yang diperburuk oleh krisis iklim. Menipisnya stok hewan ternak menjadi alasan utama di balik imbauan tersebut.

Menteri Wakaf dan Urusan Islam, Ahmed Toufiq, menyampaikan pesan kerajaan dari Raja Mohammed VI yang meminta warga untuk menahan diri dari penyembelihan hewan kurban pada tahun ini. Permintaan ini sebenarnya telah disampaikan oleh Raja sejak Februari 2025.

"Kami senantiasa berupaya agar rakyat kami dapat memenuhi tuntutan agama mereka, kewajiban dan tradisinya, sejalan dengan berkah yang telah Tuhan anugerahkan kepada bangsa Maroko dalam pengabdiannya kepada rukun Islam dan tradisi yang telah ditetapkan. Namun, saat ini kita menghadapi situasi luar biasa yang memaksa kita untuk sementara waktu merevisi beberapa praktik, termasuk ritual kurban selama Idul Adha," demikian pernyataan Raja Mohammed VI.

Kekeringan Ekstrem Ancam Populasi Ternak

Pemerintah Maroko menyoroti penurunan drastis populasi ternak akibat kekeringan berkepanjangan dan degradasi sumber daya alam. Langkah ini diambil sebagai upaya untuk melindungi populasi ternak yang tersisa dan menjaga keberlanjutan sektor pertanian.

Pemerintah juga menekankan perlunya mengurangi perayaan yang dianggap kurang penting demi menjaga sumber daya alam di tengah krisis iklim yang semakin memburuk. Unit keamanan dan inspeksi khusus telah diterjunkan untuk mengawasi pasar publik dan swasta serta jalur transportasi untuk mencegah pelanggaran.

Pemerintah daerah diberikan wewenang untuk menegakkan keputusan ini, termasuk hak untuk mengenakan denda dan menyita hewan ternak yang diperdagangkan secara ilegal.

Reaksi Pro dan Kontra

Keputusan ini memicu perdebatan di berbagai kalangan. Abdel Fattah Ammar, Kepala Kamar Pertanian di Casablanca, memperingatkan konsekuensi serius bagi peternak Maroko. Ia menyatakan bahwa banyak peternak mengandalkan momen Idul Adha untuk menutupi kerugian akibat kekeringan.

"Pembatalan Idul Adha merupakan bencana ekonomi bagi petani dan peternak. Pemerintah harus bersiap untuk memberikan kompensasi atas kerugian mereka, terutama mengingat investasi besar yang telah mereka lakukan untuk mempersiapkan domba untuk musim liburan," ujar Ammar.

Ia mendesak pemerintah untuk tidak terburu-buru mengambil keputusan dan menyerukan dialog inklusif serta mendengarkan aspirasi para petani.

Para ahli hukum menjelaskan bahwa imbauan pemerintah bersifat rekomendasi, bukan larangan yang mengikat secara hukum. Mereka menekankan bahwa ritual Idul Adha belum dibatalkan secara resmi.

"Klaim ini tidak memiliki dasar hukum. Arahan umum negara tidak dapat secara otomatis diberlakukan sebagai hukuman tanpa ketentuan hukum yang eksplisit," jelas Pengacara Choaib Lamsahal, pakar hukum dan kepala Pusat Kesadaran Hukum Maroko.

Sementara itu, sejumlah ulama dan pakar agama menyambut baik imbauan Raja Mohammed VI. Mereka menilai keputusan tersebut sah dan mencerminkan kepedulian terhadap prinsip-prinsip Islam yang mengutamakan belas kasih, fleksibilitas, dan kemaslahatan umum.

Mohammed Labiti, seorang ahli fikih, menegaskan bahwa penangguhan ibadah kurban tidak mengurangi makna keagamaan dari Idul Adha. "Idul Adha tetap menjadi pilar utama kehidupan Islam. Yang ditangguhkan adalah satu ritual, bukan hari raya itu sendiri," katanya.