Peran Strategis BUMN dalam Mewujudkan Keadilan Sosial Melalui Semangat Kurban

Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, menjadikan keadilan sosial dan pemerataan ekonomi sebagai fondasi utama dalam menjalankan roda pemerintahan, sebagaimana tertuang dalam Asta Cita. Hal ini diwujudkan melalui tiga pilar utama, yaitu kemandirian ekonomi, ketahanan pangan, dan keadilan sosial yang merata bagi seluruh rakyat Indonesia, dengan fokus utama pada petani, buruh, dan pelaku UMKM.

Dalam pidato perdananya, Presiden Prabowo menegaskan komitmennya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi rakyat dan membebaskan Indonesia dari dominasi oligarki, termasuk perhatian khusus pada ekonomi keumatan. Sebagai negara yang menjunjung tinggi Ketuhanan Yang Maha Esa, kepentingan umat beragama menjadi tanggung jawab negara, terutama dalam agenda-agenda keumatan yang bersinggungan langsung dengan kepentingan nasional, salah satunya adalah ibadah kurban.

Ibadah kurban memiliki makna yang mendalam, mengajarkan nilai-nilai berbagi, kepedulian, dan keadilan sosial, menyatukan dimensi hubungan dengan Allah (hablunminallah) dan hubungan dengan sesama manusia (hablunminannas). Esensi dari ibadah kurban adalah berbagi dengan tulus demi kemaslahatan bersama, sebagaimana ditegaskan dalam Surah Al-Hajj ayat 37, bahwa yang sampai kepada Allah bukanlah daging dan darah hewan kurban, melainkan ketakwaan dan keikhlasan pelakunya.

Semangat kurban, yaitu pengorbanan demi kepentingan yang lebih besar, menjadi landasan pembangunan ekonomi yang berkeadilan. Dalam konteks kebijakan publik, semangat ini diimplementasikan melalui langkah-langkah konkret yang berpihak kepada masyarakat, di mana Badan Usaha Milik Negara (BUMN) memegang peran strategis sebagai pelaksana visi presiden dalam mewujudkan keadilan ekonomi.

Menurut Albert O. Hirschman, pembangunan perlu diarahkan secara selektif untuk memberikan dampak luas secara bertahap. Oleh karena itu, negara melalui BUMN hadir di wilayah-wilayah yang seringkali terabaikan oleh pasar, seperti daerah 3T, desa-desa yang membutuhkan digitalisasi, serta pembiayaan bagi petani dan pelaku usaha mikro.

Program BBM Satu Harga oleh Pertamina adalah contoh nyata upaya menekan ketimpangan harga antardaerah. Sejak diluncurkan pada 2017, program ini telah membangun 583 titik penyalur hingga akhir 2024, termasuk di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua. Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang menargetkan 82,9 juta penerima manfaat hingga akhir 2025, dengan dukungan infrastruktur 32.000 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di seluruh Indonesia, adalah bentuk nyata keberpihakan negara pada generasi penerus.

Keadilan ekonomi bukan semata-mata hasil mekanisme pasar, tetapi buah dari kebijakan yang dirancang dengan keberpihakan. John Rawls menekankan bahwa sistem sosial seharusnya dirancang untuk memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi mereka yang paling rentan.

BUMN berperan sebagai instrumen kebijakan publik yang memungkinkan negara menjangkau sektor dan wilayah yang tidak tersentuh mekanisme pasar. BUMN hadir untuk membangun infrastruktur digital dan telekomunikasi di wilayah 3T, membuka akses layanan keuangan mikro di desa-desa terpencil, serta menyalurkan energi melalui program BBM Satu Harga dan Listrik Masuk Desa. Penugasan ini memang tidak menguntungkan secara komersial dalam jangka pendek, namun strategis dalam membangun fondasi jangka panjang, mendorong lahirnya ekosistem ekonomi lokal, membangkitkan kepercayaan publik, dan memperkuat posisi negara di mata rakyat.

Peran BUMN adalah sebagai tangan negara yang menjamin bahwa pembangunan tidak hanya berlangsung di kota besar, sesuai dengan pesan dalam Al-Qur'an: "Kay laa yakuuna duulatan baynal aghniyaai minkum", agar kekayaan tidak hanya berputar di kalangan orang-orang kaya saja.

Pemerataan juga berarti membuka peluang bagi kelompok ekonomi bawah untuk tumbuh dan berkembang. Perbankan BUMN memfasilitasi masyarakat kecil untuk masuk ke sistem ekonomi formal melalui pembiayaan UMKM, penguatan koperasi, dan digitalisasi warung serta petani. Pada akhir 2024, jumlah UMKM di Indonesia mencapai 64,2 juta unit usaha, dengan total penyaluran pembiayaan dari BUMN lebih dari Rp300 triliun melalui skema KUR, UMi, dan pembiayaan lainnya.

Akses terhadap modal, pelatihan, dan pasar bukan hanya bentuk bantuan, tetapi investasi pada mobilitas sosial. Ketika pelaku usaha mikro di desa dapat menjual produknya ke luar daerah berkat digitalisasi, atau ketika biaya logistik berkurang karena akses energi membaik, maka keadilan ekonomi bekerja secara sistematis.

BUMN bukan hanya membangun jembatan fisik antarwilayah, tetapi menjembatani ketimpangan antar kelas sosial, menciptakan ruang tumbuh yang berkelanjutan dan inklusif. Sebagaimana pepatah Minang menyebut: "mambangkit batang tarandam", negara mengangkat mereka yang selama ini tenggelam dalam keterbatasan, memberikan jalan, dan memberikan harapan untuk naik kelas, menjadi bagian utuh dari masa depan bangsa.

Aminuddin Ma'ruf Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara