Praperadilan Hasto Kristiyanto: Strategi Hukum KPK dan Dinamika Proses Peradilan
Praperadilan Hasto Kristiyanto: Strategi Hukum KPK dan Dinamika Proses Peradilan
Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, menghadapi proses hukum yang kompleks terkait dua tuduhan yang diajukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK): dugaan suap terkait pergantian antarwaktu (PAW) dan dugaan perintangan penyidikan. Sebelum kasus ini memasuki persidangan utama di Pengadilan Tipikor Jakarta, serangkaian praperadilan telah dilalui, menciptakan dinamika hukum yang menarik dan mengundang berbagai interpretasi. Perjalanan hukum ini, yang oleh pengamat disebut sebagai 'liga kecil' sebelum 'liga besar' persidangan utama, ditandai oleh manuver hukum dari kedua belah pihak dan keputusan-keputusan hakim yang berpengaruh signifikan terhadap alur proses hukum.
Permohonan praperadilan pertama yang diajukan oleh Hasto Kristiyanto pada awal Februari 2025 di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) ditolak hakim dengan alasan cacat formil (Niet Ontvankelijke Verklaard/NO). Hakim Djuyamto berpendapat bahwa permohonan praperadilan seharusnya dipisah, masing-masing untuk dua tuduhan yang berbeda. Keputusan ini membuka jalan bagi KPK untuk menahan Hasto Kristiyanto pada 20 Februari 2025. Tim kuasa hukum Hasto, yang dipimpin oleh Ronny Talapessy, merespon putusan tersebut dengan mengajukan dua permohonan praperadilan terpisah, satu untuk setiap tuduhan. Langkah ini diharapkan dapat menguji sahnya penetapan tersangka dan penahanan kliennya.
Namun, KPK menerapkan strategi yang dinilai mengejutkan oleh kubu Hasto. Pada 7 Maret 2025, KPK melimpahkan berkas perkara Hasto ke Pengadilan Tipikor Jakarta. Pihak Hasto menduga langkah ini merupakan upaya untuk menggugurkan praperadilan yang telah dijadwalkan pada 10 dan 14 Maret 2025. Kuasa hukum Hasto, Maqdir Ismail, menyatakan kekhawatiran bahwa pelimpahan berkas perkara tersebut akan menyebabkan praperadilan dinyatakan gugur karena pokok perkara telah masuk ke pengadilan tinggi. Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, membantah tudingan tersebut dan menegaskan bahwa tindakan KPK sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku.
Praperadilan kedua yang digelar pada 10 Maret 2025 di PN Jaksel pun berakhir dengan gugurnya permohonan Hasto. Hakim tunggal PN Jaksel mengacu pada Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 5 Tahun 2021 yang menyatakan bahwa pelimpahan berkas perkara ke pengadilan otomatis menggugurkan proses praperadilan karena status tersangka berubah menjadi terdakwa. Kubu Hasto memperkirakan praperadilan selanjutnya yang dijadwalkan pada 14 Maret 2025 akan bernasib serupa. Dengan demikian, 'liga kecil' praperadilan Hasto vs KPK berakhir antiklimaks, dan fokus kini beralih ke 'liga besar' di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Pengamat hukum, Boyamin Saiman dari Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI), menganggap situasi ini sebagai 'adu cerdas' antara KPK dan tim hukum Hasto. Ia menilai bahwa gugurnya praperadilan merupakan konsekuensi logis karena persidangan utama telah dimulai. Persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta akan menjadi panggung utama bagi kedua belah pihak untuk mempresentasikan bukti dan argumen mereka. Proses persidangan ini diharapkan dapat mengungkap fakta-fakta dan memutuskan kasus tersebut secara adil dan transparan. Publik pun menantikan bagaimana 'liga besar' ini akan berlangsung dan apakah akan menghasilkan kejutan-kejutan baru.
Selanjutnya, proses hukum akan berlanjut ke tahap persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, yang akan menjadi ujian sesungguhnya bagi kedua belah pihak. Pemeriksaan saksi, presentasi bukti, dan pembelaan akan menentukan nasib Hasto Kristiyanto di mata hukum. Publik perlu memantau jalannya persidangan dan menunggu putusan pengadilan untuk melihat apakah proses hukum ini akan menghasilkan keadilan.