Kerugian Negara Akibat Illegal Fishing Capai Rp 13 Triliun, KKP Dorong Audit Pajak Perusahaan Perikanan

Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP), Sakti Wahyu Trenggono, mengungkapkan kerugian negara akibat praktik illegal fishing atau penangkapan ikan ilegal di perairan Indonesia mencapai angka fantastis, yakni Rp 13 triliun dalam kurun waktu 2020 hingga 2025. Pernyataan ini disampaikan dalam acara Peringatan Hari IUU Fishing yang diselenggarakan di Jakarta Pusat.

Trenggono menjelaskan bahwa setiap bulan, aparat penegak hukum secara rutin menangkap pelaku illegal fishing, baik dari dalam maupun luar negeri. Ia menekankan bahwa Illegal, Unreported, and Unregulated (IUU) Fishing tidak hanya mencakup pengambilan ikan secara ilegal, tetapi juga praktik penangkapan yang merusak lingkungan.

"Volume tangkapan ikan kita sekitar 7,5 juta ton per tahun, namun Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang dihasilkan tidak lebih dari Rp 1 triliun. Seharusnya PNBP kita minimal Rp 9 triliun, bahkan idealnya Rp 12 triliun," tegas Trenggono. Ia menyoroti disparitas yang signifikan antara volume tangkapan ikan dengan kontribusi PNBP yang diterima negara.

Melihat kondisi tersebut, Menteri KKP mendesak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk segera melakukan audit terhadap perusahaan-perusahaan perikanan di Indonesia, terutama terkait dengan kewajiban pembayaran pajak. Menurutnya, audit pajak ini krusial untuk memastikan bahwa perusahaan perikanan berkontribusi secara adil terhadap pendapatan negara.

Trenggono juga menyinggung tentang Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2023 yang mengatur tentang penangkapan ikan terukur. Ia mengakui bahwa implementasi penangkapan ikan terukur masih menghadapi berbagai tantangan. Bahkan, ia mengungkapkan adanya tekanan dari berbagai pihak terkait implementasi kebijakan ini.

"Di DPR pun saya terus mendapat sorotan. Bagaimana saya bisa menyejahterakan masyarakat nelayan jika penangkapan ikan terukur tidak bisa kita jalankan dengan baik?" ungkap Trenggono, menekankan pentingnya penangkapan ikan terukur untuk keberlanjutan sumber daya perikanan bagi generasi mendatang.

Selain permasalahan illegal fishing, Trenggono juga menyoroti kontribusi Produk Domestik Bruto (PDB) dari rumput laut yang masih minim, yakni sekitar Rp 2 triliun, meskipun produksinya mencapai 13 juta ton. Ia juga menyoroti pendapatan nelayan yang masih rendah.

Untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan, KKP terus berupaya membangun kampung-kampung nelayan dengan fasilitas yang lebih modern. Program ini bertujuan untuk meningkatkan produktivitas perikanan dan memberikan nilai tambah bagi hasil tangkapan nelayan.

"Dulu, nelayan harus membeli es dari kulkas-kulkas dan menjual hasil tangkapan ke pasar menggunakan sepeda motor. Sekarang, es sudah tersedia di pabrik es di kampung nelayan dan hasil tangkapan bisa disimpan di cold storage," jelas Trenggono.

Dengan adanya fasilitas yang lebih baik, pendapatan nelayan dapat meningkat signifikan. Trenggono menyebutkan bahwa pendapatan nelayan bisa meningkat dua kali lipat, dari Rp 3 juta menjadi Rp 6 juta per bulan.

KKP menargetkan pembangunan 1.100 Kampung Nelayan Merah Putih hingga tahun 2026 mendatang. Program ini diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan nelayan dan berkontribusi pada peningkatan produksi perikanan nasional.