Ketua MPR Belum Menanggapi Surat Usulan Pemakzulan Gibran

Ketua MPR RI, Ahmad Muzani, menyatakan belum melihat secara langsung surat usulan pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka yang diajukan oleh Forum Purnawirawan Prajurit TNI. Pernyataan ini disampaikan Muzani di sela-sela kegiatannya di Masjid Istiqlal, Jakarta, menjelang perayaan Idul Adha. Ia menjelaskan bahwa kesibukan persiapan perayaan tersebut membuatnya belum sempat ke kantor.

"Saya belum sempat ke kantor dalam beberapa hari terakhir karena persiapan Idul Adha," ujarnya singkat.

Sebelumnya, Wakil Ketua MPR RI, Hidayat Nur Wahid (HNW), mengungkapkan bahwa surat usulan pemakzulan tersebut telah diterima dan berada di meja Ketua MPR. Namun, HNW tidak dapat memastikan apakah Muzani sudah membaca surat tersebut, mengingat saat ini anggota DPR/MPR sedang dalam masa reses dan menjalankan tugas di daerah pemilihan masing-masing.

"Sejauh yang saya tahu, surat itu sudah sampai di meja Ketua MPR. Namun, karena sedang reses, saya tidak tahu apakah beliau sudah membacanya. Saat ini, saya fokus pada daerah pemilihan saya di Jakarta," kata HNW di Kompleks Parlemen, Jakarta.

HNW menjelaskan bahwa surat tersebut ditujukan kepada Ketua MPR RI periode 2024-2029. Oleh karena itu, langkah selanjutnya tergantung pada arahan Muzani terkait waktu pembahasan surat tersebut.

"Kami sebagai pimpinan menunggu arahan mengenai kapan surat ini akan dibahas. Hingga saat ini, kami belum menerima undangan untuk membahasnya. Jadi, kita tunggu saja undangan dari Ketua MPR," lanjut HNW.

Menanggapi kemungkinan klarifikasi kepada Forum Purnawirawan Prajurit TNI terkait usulan tersebut, HNW menyatakan bahwa keputusan tersebut sepenuhnya berada di tangan Ketua MPR RI.

"Itu semua tergantung pada keputusan Pak Ketua," tegasnya.

Lebih lanjut, HNW menambahkan bahwa MPR RI juga menunggu usulan dari DPR RI terkait pembahasan surat pemakzulan Gibran. Ia menekankan bahwa MPR RI baru dapat membahas usulan tersebut setelah DPR RI menggelar sidang.

"Prosesnya panjang. Keputusan awal ada di DPR, kemudian ke MK, lalu kembali ke DPR, dan baru kemudian ke MPR. Jadi, masih ada tahapan yang harus dilalui," jelasnya.

Secara garis besar, proses pemakzulan seorang wakil presiden di Indonesia melibatkan beberapa tahapan penting. Pertama, usulan pemakzulan harus diajukan oleh sejumlah anggota DPR. Selanjutnya, DPR akan melakukan penyelidikan dan pembahasan terhadap usulan tersebut. Jika DPR menyetujui usulan pemakzulan, maka usulan tersebut akan diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk dilakukan pengujian. Apabila MK menyatakan bahwa wakil presiden terbukti melanggar hukum atau melakukan tindakan tercela, maka DPR akan mengadakan sidang paripurna untuk memutuskan apakah wakil presiden akan dimakzulkan atau tidak. Keputusan DPR ini kemudian akan diajukan ke MPR untuk mendapatkan persetujuan akhir. Proses ini melibatkan berbagai lembaga negara dan membutuhkan waktu yang cukup panjang.