THR Ojek Online: Antara Harapan dan Beban Aturan Ketat

THR Ojek Online: Antara Harapan dan Beban Aturan Ketat

Rencana pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) bagi pengemudi ojek online (ojol) disambut gembira oleh para mitra driver. Namun, euforia tersebut sedikit teredam oleh sejumlah persyaratan yang terbilang ketat dan berpotensi memberatkan. Kebijakan yang diharapkan menjadi bentuk apresiasi nyata ini, justru memunculkan kekhawatiran akan beban tambahan bagi mereka yang telah bekerja keras setiap hari demi menyambung hidup.

Para pengemudi, yang selama ini menjadi tulang punggung perekonomian keluarga, mengungkapkan rasa syukur atas rencana tersebut. Namun, di balik rasa syukur itu tersimpan kerisauan. Rahmat (33), seorang pengemudi ojol di Jakarta Selatan, mengungkapkan, "Alhamdulillah sih, tapi repot masih ada syarat-syaratnya." Syarat yang dimaksud antara lain menyelesaikan minimal 250 trip dalam sebulan, minimal sembilan jam online per hari, tingkat penyelesaian orderan yang tinggi, rating pengemudi yang baik, serta tidak melanggar kode etik aplikasi. Persyaratan ini memaksa para pengemudi untuk bekerja ekstra keras, bahkan hingga mengorbankan waktu istirahat dan keluarga.

Taufiq Rachmad (29), pengemudi ojol di Jakarta Utara, menganggap para mitra driver memang layak mendapatkan THR karena kontribusi besar mereka terhadap perusahaan aplikasi. Ia menyambut baik kebijakan ini, namun tetap berharap agar besaran THR yang diberikan masuk akal. "Bagus sih menurut saya, kalau emang kebijakan kaya gitu diberlakukan buat ojol yang statusnya mitra, saya sih senang-senang aja," ujarnya. Senada dengan Taufiq, Nuraini (40), juga mengungkapkan rasa syukur dan berharap kebijakan ini benar-benar terealisasi.

Terkait besaran THR, harapan para pengemudi beragam. Rahmat berharap minimal Rp 3 juta, mengingat beban kerja mereka. "Minimal (besaran THR ojol) Rp 3 juta, karena kalau dihitung per hari, sama aja kaya sehari Rp 100.000," jelasnya. Namun, Taufiq lebih realistis, menyatakan cukup dengan tambahan untuk kebutuhan Lebaran, kisaran Rp 1 juta hingga Rp 3 juta. Sementara Eko Novian (32) mengusulkan besaran THR disesuaikan dengan usia pengemudi, dengan besaran yang lebih tinggi untuk pengemudi yang lebih tua.

Meskipun rencana pemberian THR disambut positif, persyaratan yang ketat menimbulkan pertanyaan akan keadilan dan keberpihakan. Apakah kebijakan ini benar-benar menjadi bentuk apresiasi, atau justru menambah beban para pengemudi yang sudah berjuang keras setiap harinya? Pertanyaan ini perlu dijawab dengan implementasi yang adil dan bijaksana, sehingga THR benar-benar menjadi berkah bagi para mitra driver, bukan sekadar janji semata.

Harapan besar kini tertuju pada implementasi kebijakan ini. Para pengemudi berharap agar perusahaan aplikasi dapat mempertimbangkan secara matang dan bijak agar kebijakan ini memberikan manfaat yang sesungguhnya bagi mereka yang telah berjuang keras dalam memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat. Transparansi dan keadilan dalam penentuan besaran dan persyaratan THR menjadi kunci keberhasilan kebijakan ini.