DKPP Sanggah Klaim Penolakan Aduan dari Koalisi Masyarakat Sipil

Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) membantah tudingan dari sejumlah organisasi masyarakat sipil terkait penolakan aduan dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP). Bantahan ini disampaikan menyusul pernyataan yang dilontarkan oleh koalisi masyarakat sipil atas nama Yayasan Dewi Keadilan Indonesia.

Anggota DKPP, I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi, menegaskan bahwa selama hampir 13 tahun lembaga tersebut berdiri, DKPP selalu menerima setiap aduan yang masuk. "Kami selalu menerima setiap aduan yang masuk, karena kami sangat memahami dan menghargai para pihak yang sedang mencari keadilan melalui DKPP," ujarnya dalam keterangan pers.

Pernyataan DKPP ini merupakan respons terhadap klaim yang dilayangkan oleh Themis Indonesia, Transparency International Indonesia (TII), dan Trend Indonesia. Organisasi-organisasi ini menuding DKPP menolak menerima aduan yang diajukan oleh Yayasan Dewi Keadilan Indonesia pada 22 Mei 2025. Aduan tersebut berkaitan dengan dugaan pelanggaran dalam pengadaan pesawat jet pribadi yang melibatkan Ketua, Anggota, dan Sekretaris Jenderal KPU RI.

Raka Sandi menjelaskan bahwa DKPP telah melakukan pengecekan internal dan memastikan tidak ada penolakan aduan seperti yang dituduhkan. Ia menekankan bahwa menerima aduan dugaan pelanggaran KEPP merupakan salah satu tugas utama DKPP, sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Menurut Raka Sandi, berdasarkan konfirmasi yang dilakukan kepada staf penerima pengaduan DKPP, staf tersebut hanya mengingatkan pihak pengadu untuk melengkapi berkas aduan yang telah disampaikan. Persyaratan kelengkapan berkas ini merujuk pada Peraturan DKPP Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Beracara KEPP, yang menjadi acuan bagi DKPP dalam menerima dan menindaklanjuti setiap aduan.

"Kami telah melakukan proses verifikasi administrasi terhadap aduan yang disampaikan oleh Yayasan Dewi Keadilan Indonesia. Verifikasi ini menjadi bukti bahwa DKPP tidak menolak aduan," tegas Raka Sandi.

Ia menjelaskan lebih lanjut bahwa salah satu syarat administrasi yang perlu dilengkapi adalah dokumen identitas lengkap pengadu beserta nomor telepon yang dapat dihubungi. Kelengkapan identitas ini diatur dalam Pasal 5 Ayat (2) huruf a Peraturan DKPP Nomor 3 Tahun 2017. Informasi ini penting agar DKPP dapat menghubungi pengadu untuk menyampaikan hasil verifikasi aduan, meminta perbaikan jika diperlukan, hingga menyampaikan jadwal sidang jika aduan tersebut memenuhi syarat dan teregistrasi sebagai perkara.

Sebelumnya, anggota koalisi dari Transparency International Indonesia (TII), Agus Sarwono, menyatakan bahwa aduan mereka ditolak oleh DKPP karena diajukan oleh sebuah badan hukum, bukan individu. Menurutnya, penolakan ini tidak lazim karena lembaga peradilan seharusnya tidak menolak aduan. Agus berpendapat bahwa DKPP seharusnya menerima aduan tersebut terlebih dahulu dan memberikan kesempatan untuk perbaikan selama proses persidangan. Ia merasa ada yang salah dalam sistem pengelolaan pengaduan di DKPP.