Etika Makan dan Minum Jelang Salat Idul Adha: Perspektif Fiqih dan Anjuran
Anjuran Menahan Diri dari Makan dan Minum Sebelum Salat Idul Adha: Kajian Fiqih
Menjelang pelaksanaan salat Idul Adha, muncul pertanyaan mengenai etika makan dan minum. Apakah diperbolehkan mengonsumsi makanan atau minuman sebelum melaksanakan salat sunnah ini? Terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai hal ini, yang didasarkan pada interpretasi terhadap sunnah Nabi Muhammad SAW dan implikasinya terhadap ibadah kurban.
Perbedaan Pendapat Ulama
Menurut pandangan mayoritas ulama Syafi'iyah, disunnahkan bagi seorang muslim untuk menahan diri dari makan dan minum (imsak) sebelum melaksanakan salat Idul Adha. Anjuran ini berlaku tanpa memandang apakah orang tersebut akan melaksanakan kurban atau tidak. Dasar dari anjuran ini adalah praktik Rasulullah SAW yang diriwayatkan tidak makan sebelum salat Idul Adha, berbeda dengan Idul Fitri di mana beliau makan terlebih dahulu sebelum berangkat salat. Dalam perspektif ini, anjuran imsak lebih terkait dengan penghormatan terhadap pelaksanaan salat Idul Adha itu sendiri, bukan semata-mata terkait dengan ibadah kurban.
Di sisi lain, ulama Hanafiyah dan Hanabilah berpendapat bahwa anjuran imsak ini lebih terkait erat dengan ibadah kurban. Menurut mereka, jika seseorang berniat untuk melaksanakan kurban, maka dianjurkan untuk tidak makan sebelum salat Idul Adha hingga setelah selesai menyembelih hewan kurban. Namun, jika seseorang tidak berniat berkurban, maka tidak ada larangan untuk makan atau minum sebelum salat Id. Dengan kata lain, anjuran imsak dalam pandangan ini adalah bentuk penghormatan terhadap ibadah kurban dan upaya untuk merasakan lapar yang dirasakan oleh orang-orang yang kurang mampu.
Larangan Berpuasa di Hari Tasyrik
Selain etika makan dan minum sebelum salat Idul Adha, penting juga untuk memahami larangan berpuasa pada Hari Tasyrik. Hari Tasyrik adalah tiga hari setelah Hari Raya Idul Adha (tanggal 11, 12, dan 13 Zulhijah). Pada hari-hari ini, umat Islam dilarang untuk berpuasa karena merupakan hari-hari untuk menikmati hidangan dari daging kurban dan bersukacita. Larangan ini didasarkan pada hadis-hadis Nabi Muhammad SAW yang secara jelas menyatakan bahwa Hari Tasyrik adalah hari untuk makan dan minum.
- Hadis Riwayat Bukhari: Melarang puasa pada Hari Tasyrik kecuali bagi mereka yang tidak mampu membayar dam saat melaksanakan haji.
- Hadis Riwayat An-Nasa'i: Menyatakan bahwa Hari Arafah, Hari Idul Adha, dan Hari Tasyrik adalah hari raya bagi umat Islam dan merupakan hari-hari untuk makan dan minum.
Pada Hari Tasyrik, umat Islam dianjurkan untuk memperbanyak amalan-amalan baik seperti berzikir, berdoa, dan menyembelih hewan kurban. Perintah untuk berkurban sendiri terdapat dalam Al-Qur'an surat Al-Kautsar ayat 2.
Dengan demikian, dalam menyambut dan melaksanakan Idul Adha, penting bagi umat Islam untuk memahami etika dan aturan yang terkait dengan makan, minum, dan berpuasa. Perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai anjuran imsak sebelum salat Idul Adha menunjukkan adanya keluasan dalam agama, sehingga umat Islam dapat memilih pendapat yang paling sesuai dengan keyakinan dan kondisi masing-masing. Yang terpenting adalah niat yang tulus dalam beribadah dan menghidupkan sunnah Nabi Muhammad SAW.