Aturan Baru Perjanjian Jual Beli Listrik EBT: Fleksibilitas Jangka Waktu dan Mekanisme Tarif
Aturan Baru Perjanjian Jual Beli Listrik EBT: Fleksibilitas Jangka Waktu dan Mekanisme Tarif
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) baru-baru ini menerbitkan Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 5 Tahun 2025, yang merevisi pedoman perjanjian jual beli tenaga listrik dari pembangkit energi terbarukan. Regulasi ini membawa perubahan signifikan dalam hal durasi kontrak dan mekanisme penetapan tarif, membuka peluang investasi yang lebih luas di sektor energi baru dan terbarukan (EBT).
Salah satu poin krusial dalam Permen ESDM ini adalah fleksibilitas jangka waktu pembayaran jual beli listrik (PJBL). Pasal 5 Ayat 1 secara eksplisit memungkinkan durasi kontrak hingga 30 tahun sejak Commercial Operation Date (COD) atau mulai beroperasinya pembangkit. Lebih jauh lagi, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Eniya Listiani Dewi, menjelaskan potensi perpanjangan kontrak melebihi 30 tahun. Namun, perpanjangan tersebut akan disertai penyesuaian tarif yang dilakukan secara bertahap atau staging. Hal ini bertujuan untuk menjaga keseimbangan antara daya tarik investasi jangka panjang dan dinamika pasar energi.
Kebijakan ini sejalan dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 112 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan Untuk Penyediaan Tenaga Listrik. Perpres tersebut tetap menjadi acuan utama dalam menentukan kebijakan jangka waktu pembayaran listrik. Eniya menekankan bahwa mekanisme staging tarif pada perpanjangan kontrak akan mengikuti ketentuan yang tercantum dalam Perpres tersebut. Sebagai contoh, jika kontrak diperpanjang selama 10 tahun setelah masa kontrak awal 30 tahun, maka tarif akan disesuaikan berdasarkan staging yang telah ditentukan, menyesuaikan dengan kondisi pasar dan biaya operasional.
Mengenai mekanisme pembayaran dalam mata uang tertentu, Permen ESDM menyerahkan hal ini pada kesepakatan bilateral antara PT PLN (Persero) dan pengembang pembangkit EBT. Hal ini menunjukkan fleksibilitas yang diberikan kepada PLN untuk bernegosiasi dengan berbagai pihak sesuai dengan kondisi masing-masing proyek. Demikian pula, proses perpanjangan jangka waktu PJBL akan selalu mengikuti prosedur dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Transparansi dan kepatuhan hukum menjadi kunci dalam implementasi regulasi ini.
Lebih detail, Permen ESDM Nomor 5 Tahun 2025 Pasal 5 mengatur:
- PJBL dilaksanakan untuk jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) tahun terhitung sejak terlaksananya COD dan dapat diperpanjang tanpa memperhitungkan biaya investasi awal.
- Jangka waktu PJBL ditentukan oleh PT PLN (Persero) dengan mempertimbangkan tingkat keekonomian proyek dan jenis pembangkit tenaga listrik yang digunakan.
- Dalam hal PJBL diperpanjang, harga jual tenaga listrik untuk perpanjangan jangka waktu PJBL mengacu pada harga patokan tertinggi setelah tahun ke-10 (sepuluh) (staging 2) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dengan adanya Permen ESDM Nomor 5 Tahun 2025, pemerintah berupaya menciptakan iklim investasi yang lebih menarik bagi pengembangan EBT di Indonesia. Fleksibilitas jangka waktu kontrak dan mekanisme staging tarif diharapkan dapat mengurangi risiko bagi investor dan mendorong partisipasi yang lebih aktif dalam transisi energi menuju sumber daya yang lebih berkelanjutan.