Sengketa Lahan Berujung Pidana, Mahasiswa Geruduk Kejaksaan Negeri Martapura Bela Kakek Kahfi

Kasus sengketa lahan yang menjerat Kahfi (73), seorang warga yang berupaya mempertahankan hak atas tanahnya, menuai simpati dan dukungan dari berbagai pihak. Aliansi Mahasiswa Peduli Rakyat menggelar aksi demonstrasi di depan Kantor Kejaksaan Negeri Martapura, Kalimantan Selatan, sebagai bentuk solidaritas terhadap Kahfi.

Kakek Kahfi terancam hukuman penjara setelah dinyatakan bersalah dalam upaya mempertahankan tanah yang telah diklaimnya sejak tahun 1988. Aksi yang dilakukan oleh Aliansi Mahasiswa Peduli Rakyat bertujuan untuk menyampaikan aspirasi dan mendesak pihak kejaksaan agar mempertimbangkan kembali kasus ini dengan lebih seksama.

Florentino Mario, Koordinator Aksi Damai, menyampaikan bahwa tujuan aksi ini bukanlah untuk menghalangi proses hukum yang sedang berjalan. Akan tetapi, mereka berharap agar pihak kejaksaan dapat menanggapi kasus ini dengan mempertimbangkan aspek kemanusiaan dan keadilan. Mario juga meminta agar penahanan Kahfi ditangguhkan mengingat adanya upaya Peninjauan Kembali (PK) yang sedang diajukan terkait kasus ini.

"Kita di sini bukan maksud menghalangi jalannya proses hukum. Kami hanya meminta pihak jaksa menanggapi kasus ini dengan hati nurani," ujar Florentino Mario, Kamis (5/6/2025).

Pihak Kejaksaan Negeri Martapura menyambut baik aksi yang dilakukan oleh para mahasiswa. Mereka berjanji akan meninjau kembali kasus ini dan mempertimbangkan semua aspek yang relevan. Para mahasiswa juga menyampaikan harapan agar Kahfi mendapatkan keadilan yang seadil-adilnya. Jika tuntutan mereka tidak dipenuhi, aliansi mahasiswa berencana untuk menggelar aksi lanjutan hingga keadilan ditegakkan.

Sengketa lahan ini bermula ketika Kahfi berusaha mempertahankan tanahnya yang terletak di Jalan Gubernur Subardjo, Desa Kayu Bawang, Kecamatan Gambut, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan. Kahfi mengklaim memiliki dokumen kepemilikan tanah sejak tahun 1988, jauh sebelum pihak pelapor mengklaim lahan tersebut pada tahun 1998.

Kahfi menjelaskan bahwa perkara ini sebenarnya telah melalui proses peradilan sebelumnya dan dinyatakan tidak terbukti secara pidana. Seharusnya, sengketa ini diselesaikan melalui jalur perdata. Namun, Mahkamah Agung (MA) mengeluarkan putusan pada 18 Maret 2025 yang menyatakan Kahfi bersalah dan menjatuhkan hukuman 1 tahun penjara.

"Aku memiliki tanah ini sejak 1988, itu suratnya ada ditanda tangani Lurah sampai Camat, aku dipenjara di atas tanahku saurang (sendiri, red)," ungkap Kakek Kahfi.

Kasus ini menjadi sorotan karena dinilai tidak adil. Banyak pihak menilai bahwa Kahfi seharusnya tidak dipidanakan karena hanya mempertahankan hak atas tanahnya. Dukungan terhadap Kahfi terus mengalir dari berbagai elemen masyarakat, termasuk dari kalangan mahasiswa yang merasa terpanggil untuk membela keadilan.