Pemerintah Pertimbangkan Ulang Proyek Satelit Satria-2 di Tengah Ekspansi Satelit LEO
markdown Pemerintah Indonesia tengah mengevaluasi kelanjutan proyek satelit Satria-2 di tengah pesatnya perkembangan dan kehadiran satelit Low Earth Orbit (LEO) seperti Starlink dan Amazon Kuiper. Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi), Meutya Hafid, menyampaikan bahwa kajian mendalam diperlukan untuk menentukan strategi terbaik dalam penyediaan akses internet yang merata di seluruh Indonesia.
Dalam pernyataannya di Kantor Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), Meutya menjelaskan bahwa sebelumnya, Satria-1 menjadi andalan utama. Namun, dengan munculnya alternatif satelit LEO yang menawarkan keunggulan dalam efisiensi akses internet, pemerintah perlu mempertimbangkan opsi terbaik. Satelit LEO dinilai lebih unggul dibandingkan satelit Geostasionary Earth Orbit (GEO) dalam hal latensi dan kecepatan transfer data.
"Saat ini Satria-2 sedang dalam kajian, karena sebelumnya kita hanya mengandalkan Satria-1. Sekarang ada pilihan lain, yaitu satelit LEO seperti Starlink yang lebih bagus. Kita punya Satria-1, tapi kita mitigasi keperluan ke depan," ujarnya.
Proyek Satria-2 awalnya dirancang sebagai satelit kembar, Satria-2A dan Satria-2B, dengan kapasitas mencapai 300 Gbps. Kapasitas ini diharapkan dapat meningkatkan konektivitas, terutama di daerah terpencil yang sulit dijangkau oleh infrastruktur internet konvensional. Sebagai Menkomdigi di pemerintahan yang baru, Meutya Hafid memiliki visi besar untuk memastikan pemerataan akses internet di seluruh pelosok negeri. Kombinasi antara satelit GEO dan LEO menjadi salah satu solusi yang dipertimbangkan.
"Ada kemungkinan kita akan mengkombinasikan antara Satria-1 dan Satria-2, kemudian di daerah tertentu menggunakan LEO," jelasnya.
Sebelumnya, Direktur Utama Bakti Kominfo, Fadhillah Mathar, menyampaikan bahwa pembangunan Satria-2 diharapkan dapat mendukung konektivitas yang telah disediakan oleh Satria-1. Proyek ini direncanakan menggunakan skema pendanaan pinjaman luar negeri. Indah, sapaan akrab Fadhillah Mathar, menjelaskan bahwa proses pengadaan Satria-2 diperkirakan akan selesai paling lambat pada tahun 2025, mengingat tahapan pinjaman luar negeri memiliki prosedur yang berbeda dengan pendanaan dari APBN.
Nilai investasi untuk pembangunan Satria-2 diperkirakan mencapai USD 860 juta atau setara dengan Rp 13,3 triliun. Pemerintah kini tengah menimbang apakah investasi sebesar ini masih relevan dengan mempertimbangkan opsi satelit LEO yang semakin menjanjikan.