Masyarakat Adat Bengkulu Protes: Pulau Enggano Terisolasi, Negara Terkesan Abai
Ratusan masyarakat adat dari berbagai wilayah di Bengkulu, yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Bengkulu, menggelar aksi unjuk rasa di Simpang Lima, Kota Bengkulu pada hari Kamis, 5 Juni 2025. Aksi ini merupakan bentuk protes atas kondisi memprihatinkan yang dialami masyarakat adat di Pulau Enggano yang terisolasi akibat lumpuhnya aktivitas Pelabuhan Pulau Baai selama tiga bulan terakhir.
Para demonstran menyampaikan orasi yang penuh dengan kritik pedas terhadap pemerintah pusat dan daerah. Agus Setiawan, perwakilan masyarakat adat dari Kabupaten Kaur, menyatakan kekecewaannya atas lambannya respons pemerintah terhadap kondisi darurat yang dialami warga Enggano. Ia menekankan bahwa Enggano bukan pulau tak berpenghuni dan mempertanyakan mengapa pemerintah terkesan mengabaikan jeritan masyarakat adat yang terisolasi.
"Pulau Enggano bukan pulau kosong, kenapa negara, pemerintah sangat lamban dalam merespon jeritan masyarakat adat di Enggano yang telah terisolasi sejak tiga bulan ini," ujarnya dengan nada tinggi.
Agus menjelaskan bahwa lumpuhnya Pelabuhan Pulau Baai telah menyebabkan dampak yang sangat signifikan terhadap kehidupan masyarakat adat Enggano. Akses terhadap layanan kesehatan menjadi sangat sulit, warga yang sakit tidak dapat dirujuk ke fasilitas kesehatan yang memadai di luar pulau. Selain itu, hasil bumi yang menjadi sumber pendapatan utama masyarakat tidak dapat dijual, sehingga perekonomian warga semakin terpuruk. Ironisnya, di tengah kesulitan yang mendera, perhatian pemerintah seolah tidak terlihat.
"Lumpuhnya Pelabuhan Pulau Baai, Bengkulu akibatkan tiga bulan masyarakat adat Enggano terisolasi. Warga sakit tak dapat dirujuk, hasil bumi tak terjual, perekonomian semakin memburuk sementara negara dan pemerintah seperti tak melihat," imbuhnya.
Deftri, peserta aksi lainnya, menambahkan bahwa pelayanan publik di Pulau Enggano mengalami kelumpuhan akibat terputusnya jalur transportasi. Ia menilai bahwa pemerintah telah melakukan tindakan abai terhadap hak-hak masyarakat adat di Enggano.
"Negara abai di Enggano akibatkan tiga bulan masyarakat adat Enggano terisolasi," tegasnya.
Dalam orasi-orasinya, para demonstran menyampaikan tiga tuntutan utama:
- Mendesak Presiden Prabowo Subianto untuk segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan dan Pengakuan Masyarakat Adat pada tahun ini.
- Meminta Gubernur Bengkulu Helmi Hasan untuk membentuk mitigasi dan kebijakan yang mengakui, melindungi, serta memberdayakan masyarakat adat di Bengkulu agar peristiwa terisolasinya Enggano tidak terulang.
- Meminta Pemerintah Daerah Bengkulu Utara untuk menetapkan Raperda pengakuan dan perlindungan masyarakat adat Enggano.
Ali Akbar, salah seorang peserta aksi, menyoroti ketidakbecusan pemerintah daerah dalam mengelola pemerintahan di Enggano. Ia menegaskan bahwa rakyat adalah pemilik negara dan semestinya mendapatkan pelayanan yang layak, bukan dibiarkan mengemis belas kasihan.
"Ini satu contoh tidak becusnya mereka. Rakyat pemilik negara ini, mereka harus melayani rakyat. Bukan kita yang mengemis seperti warga Enggano yang memohon belas kasihan," ucap Ali Akbar dengan nada kecewa.
Ia juga menyoroti ketimpangan antara kewajiban rakyat membayar pajak dengan pelayanan negara saat masyarakat mengalami kesulitan. Menurutnya, isolasi sama dengan memenjarakan. Ia mempertanyakan mengapa masyarakat harus meminta tolong kepada pemerintah, padahal seharusnya rakyat dilayani. Ia juga menyinggung soal kewajiban membayar pajak yang terus berjalan, namun pelayanan terhadap masyarakat terabaikan.
"Isolasi sama dengan memenjarakan. Selanjutnya masyarakat minta tolong pada pemerintah, padahal sejatinya rakyat dilayani. Masa rakyat harus minta tolong. Tugas rakyat ini minta dilayani. Apapun kita punya dipungutin pajak, sawah, kendaraan, semua dipungutin. Setelah dipungutin, saat Enggano terisolasi lalu kita minta tolong. Ini cara bernegara yang sesat," pekiknya dengan penuh semangat.
Selain berorasi, ratusan masyarakat adat bersama mahasiswa menggelar ritual adat dengan memakan nasi kuning dan gulai ayam panggang sebagai bentuk doa agar warga Enggano tetap sabar dan tabah dalam menghadapi cobaan. Ritual adat ini merupakan wujud solidaritas dan dukungan moril dari masyarakat adat Bengkulu terhadap saudara-saudara mereka di Pulau Enggano.
"Ritual adat merupakan bentuk doa agar warga Enggano dalam keadaan sabar dan tabah," tutup Agus.