Bank Jambi Terhindar dari Sanksi Berat OJK Meski Terjadi Fraud Rp 7,1 Miliar: Ini Alasannya

Kasus pembobolan dana nasabah senilai Rp 7,1 miliar yang melibatkan oknum karyawan Bank Jambi, Regina, menjadi sorotan tajam. Meski merugikan puluhan nasabah, Bank Jambi berhasil menghindari sanksi pembekuan izin operasional dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Hal ini menimbulkan pertanyaan, mengapa Bank Jambi bisa lolos dari sanksi berat tersebut?

OJK Provinsi Jambi mengungkapkan bahwa keputusan untuk tidak menjatuhkan sanksi pembekuan didasarkan pada serangkaian tindakan kooperatif yang diambil oleh manajemen Bank Jambi. Kepala OJK Provinsi Jambi, Yan Iswara Rosya, menjelaskan bahwa Bank Jambi menunjukkan respons yang cepat dan bertanggung jawab dalam menangani kasus ini. Tindakan kooperatif tersebut mencakup pelaporan segera kasus fraud kepada aparat penegak hukum, penggantian kerugian yang dialami nasabah, dan transparansi dalam penanganan perkara.

Selain itu, Bank Jambi dinilai proaktif dalam melakukan langkah-langkah korektif untuk meminimalkan dampak negatif terhadap reputasi bank dan menjaga kepercayaan nasabah. Respons cepat dan tindakan korektif yang memadai ini menjadi pertimbangan utama OJK dalam mengambil keputusan.

Setelah kasus ini terungkap, OJK memberikan surat pembinaan kepada Bank Jambi yang berisi sejumlah arahan penting. Surat tersebut menekankan perlunya penguatan dan peningkatan strategi anti-fraud serta sistem pengendalian internal, terutama dalam hal pencegahan dan deteksi dini. Bank Jambi juga diminta untuk memastikan seluruh proses bisnis dan operasional bank telah dilaksanakan sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) dan ketentuan yang berlaku. Peningkatan fungsi pengendalian internal di kantor cabang juga menjadi fokus, dengan tujuan untuk mengevaluasi proses bisnis dan operasional bank secara berkala agar kelemahan yang berpotensi menimbulkan fraud tidak terulang kembali.

OJK juga menekankan pentingnya pengenalan dan pemantauan terhadap profil pegawai, termasuk karakter, perilaku, dan gaya hidup, sebagai langkah preventif. Selain itu, OJK meminta Bank Jambi untuk menindak tegas pelaku-pelaku yang menyebabkan terjadinya fraud sesuai dengan ketentuan yang berlaku, sebagai upaya memberikan efek jera. Nama-nama pelaku fraud akan dicatat dalam Sistem Informasi Pelaku di Lembaga Jasa Keuangan Terintegrasi (SIPUTRI).

Kasus ini bermula dari penangkapan Regina oleh Ditreskrimsus Polda Jambi. Regina, yang merupakan mantan karyawati Bank Jambi Cabang Kerinci, melakukan pembobolan sistem keamanan perbankan dan menguras tabungan nasabah dengan total kerugian mencapai Rp 7,1 miliar. Modus operandinya adalah dengan menarik uang dari 27 buku tabungan nasabah selama periode 2023 hingga 2024. Jabatan Regina sebagai analis kredit memberikan akses dan kesempatan untuk melakukan manipulasi data dan memanfaatkan kepercayaan nasabah.

Kasus ini terungkap setelah beberapa nasabah merasa curiga karena pengajuan pinjaman mereka tidak kunjung diproses. Setelah dilakukan penyelidikan, terungkap bahwa dana pinjaman telah dicairkan, namun tidak sampai ke tangan pemohon karena dialihkan oleh pelaku. Atas perbuatannya, Regina dijerat dengan Pasal 49 ayat 1 huruf A Undang-Undang RI Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan, dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara dan denda hingga Rp 500 miliar.

Rangkuman tindakan yang diminta OJK:

  • Memperkuat dan meningkatkan pelaksanaan strategi anti-fraud.
  • Meningkatkan sistem pengendalian internal, terutama dalam hal pencegahan dan deteksi dini.
  • Memastikan proses bisnis dan operasional bank telah dilaksanakan sesuai dengan SOP.
  • Meningkatkan fungsi pengendalian internal di kantor cabang.
  • Melaksanakan pengenalan dan pemantauan terhadap profil pegawai.
  • Menindak pelaku fraud sesuai ketentuan yang berlaku.