KPK Tetapkan Delapan Tersangka dalam Kasus Pemerasan Izin TKA di Kemenaker, Kerugian Negara Capai Puluhan Miliar Rupiah
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan delapan orang tersangka dalam kasus dugaan pemerasan terkait pengurusan izin Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker). Penetapan tersangka ini merupakan hasil pengembangan penyidikan setelah sebelumnya dilakukan penggeledahan di kantor Kemenaker terkait kasus korupsi izin TKA.
Delapan tersangka tersebut meliputi mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Binapenta & PKK) Kemenaker, Suhartono (SH), dan seorang pegawai Kemenaker, Haryanto (HY). Selain itu, enam tersangka lainnya adalah Wisnu Pramono (WP) selaku Direktur Pengendalian Penggunaan TKA (PPTKA) Kemenaker periode 2017-2019, Devi Angraeni (DA) selaku Koordinator Uji Kelayakan Pengesahan Pengendalian Penggunaan TKA, Gatot Widiartono (GTW) selaku Kepala Sub Direktorat Maritim dan Pertanian, serta tiga staf Kemenaker lainnya, yaitu Putri Citra Wahyoe (PCW), Jamal Shodiqin (JMS), dan Alfa Eshad (ALF).
Modus operandi yang dilakukan oleh para tersangka adalah dengan memeras para pemohon izin RPTKA selama periode 2019 hingga 2024. KPK mengidentifikasi bahwa para tersangka telah menerima uang hasil pemerasan dengan total mencapai Rp 53,7 miliar. Rincian penerimaan uang tersebut adalah sebagai berikut:
- Suhartono: Rp 460 juta
- Haryanto: Rp 18 miliar
- Wisnu Pramono: Rp 580 juta
- Devi Angraeni: Rp 2,3 miliar
- Gatot Widiartono: Rp 6,3 miliar
- Putri Citra Wahyoe: Rp 13,9 miliar
- Alfa Eshad: Rp 1,8 miliar
- Jamal Shodiqin: Rp 1,1 miliar
Sebagian dari uang hasil pemerasan tersebut digunakan untuk kepentingan pribadi para tersangka, serta untuk membiayai kegiatan-kegiatan non-budgeter di lingkungan Dirjen Binapenta Kemenaker, termasuk uang makan untuk sekitar 85 staf dengan total mencapai Rp 8,94 miliar. Bahkan, staf hingga petugas kebersihan di lingkungan Dirjen Binapenta juga turut menikmati uang haram tersebut dengan total Rp 5,4 miliar, namun uang tersebut telah dikembalikan ke negara.
Menurut KPK, para tersangka memanfaatkan celah dalam proses pengurusan izin RPTKA, mulai dari verifikasi data secara online hingga proses wawancara, untuk melakukan pemerasan. Para agen TKA yang bersedia menyerahkan sejumlah uang akan dimudahkan dalam melengkapi berkas-berkas persyaratan. Sebaliknya, agen TKA yang tidak memberikan uang akan dipersulit dan tidak diinformasikan mengenai kelengkapan berkas yang dibutuhkan, sehingga mereka terpaksa kembali mendatangi para oknum tersebut.
KPK menegaskan bahwa kasus ini merupakan bagian dari upaya pemberantasan korupsi di sektor ketenagakerjaan, khususnya terkait dengan pengurusan izin TKA. Pihak KPK akan terus mendalami kasus ini dan tidak menutup kemungkinan adanya tersangka lain yang terlibat.