Eksploitasi Nikel Ancam Surga Bawah Laut Raja Ampat: DPR Desak Audit Lingkungan

markdown Keindahan Raja Ampat, permata Papua Barat Daya yang tersohor dengan kekayaan bawah lautnya, kini terancam aktivitas pertambangan nikel. Kekhawatiran ini disuarakan oleh anggota Komisi VII DPR RI, Novita Hardini, yang menegaskan bahwa tidak ada kompromi untuk kegiatan eksploitasi yang berpotensi merusak lingkungan dan mengancam keberlanjutan ekosistem Raja Ampat.

Novita Hardini menyoroti bahwa aktivitas pertambangan nikel di kawasan Raja Ampat berpotensi melanggar regulasi yang ada. Raja Ampat, yang telah diakui UNESCO sebagai Global Geopark, merupakan rumah bagi keanekaragaman hayati laut yang luar biasa, termasuk 75% spesies laut dunia, 540 jenis karang, dan lebih dari 1.500 spesies ikan. Aktivitas pertambangan mengancam keberadaan biota laut yang menjadi daya tarik utama Raja Ampat sebagai destinasi wisata.

"Raja Ampat adalah aset bangsa yang tak ternilai harganya. Pemanfaatannya harus mengedepankan prinsip keberlanjutan dan konservasi," tegas Novita. Ia menambahkan, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil secara jelas memprioritaskan pemanfaatan pulau-pulau kecil untuk pariwisata, konservasi, budidaya laut, dan penelitian, bukan untuk pertambangan.

Sektor pariwisata Raja Ampat memberikan kontribusi signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD), mencapai Rp 150 miliar per tahun dengan kunjungan wisatawan mencapai 30.000 orang, di mana 70% di antaranya adalah wisatawan mancanegara. Kerusakan lingkungan akibat pertambangan dapat menyebabkan penurunan pendapatan pariwisata hingga 60%, yang akan berdampak pada mata pencaharian masyarakat adat yang bergantung pada pariwisata dan perikanan.

Novita mendorong percepatan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pariwisata sebagai payung hukum untuk melindungi destinasi wisata yang terancam seperti Raja Ampat. RUU ini diharapkan dapat memberikan dasar hukum yang kuat bagi kawasan ekowisata agar terhindar dari kegiatan eksploitasi yang merusak.

"Hilirisasi industri nikel penting, tetapi jangan sampai mengorbankan keindahan dan kelestarian Raja Ampat. Pemerintah pusat dan daerah harus segera menghentikan pemberian izin baru untuk pertambangan di Raja Ampat dan melakukan audit lingkungan secara menyeluruh terhadap izin yang sudah terbit," pungkas Novita.