Ketupat Babanci: Warisan Kuliner Betawi yang Terancam Punah
markdown
Ketupat Babanci: Warisan Kuliner Betawi yang Terancam Punah
Di tengah keragaman kuliner Betawi, Ketupat Babanci muncul sebagai hidangan yang semakin sulit ditemukan. Popularitasnya mungkin tidak sebanding dengan kerak telor atau soto Betawi, namun warisan kuliner ini menyimpan sejarah panjang dan cita rasa unik yang tak tergantikan.
Sayangnya, Ketupat Babanci kini menjadi hidangan langka dan seringkali hanya hadir dalam acara-acara tertentu seperti Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha. Salah satu upaya pelestarian hidangan ini dilakukan oleh seorang warga Jakarta Timur yang secara rutin menyajikannya dalam acara-acara besar, termasuk Festival Condet.
Keunikan Rasa dan Bahan yang Langka
Kelangkaan Ketupat Babanci saat ini bukan disebabkan oleh kurangnya minat, melainkan karena sulitnya mendapatkan bahan-bahan utama seperti akar angin dan bontor. Akar angin, tumbuhan yang menyerupai benalu dan dahulu umum digunakan dalam pembuatan jamu, kini semakin sulit ditemukan. Sementara bontor, yang berasal dari biji kecipir kering, tidak selalu tersedia di pasar.
Secara tampilan, Ketupat Babanci menyerupai gulai dengan kuah kuning yang kental. Namun, cita rasanya menawarkan perpaduan unik antara asin, gurih, dan aroma rempah yang kuat. Kuahnya sendiri terbuat dari campuran air bening, santan, dan air kelapa, memberikan tekstur dan rasa yang khas.
Hidangan ini disajikan dengan lontong, potongan daging sapi, kentang, dan kelapa muda parut. Kombinasi ini menjadikan Ketupat Babanci berbeda dari hidangan sejenis seperti gulai atau kari.
Asal-usul Nama "Babanci"
Nama "babanci" pada hidangan ini memiliki dua versi cerita yang menarik. Versi pertama menyebutkan bahwa nama ini berasal dari perpaduan budaya Betawi dan Tionghoa, yaitu "Baba" yang berarti ayah dalam bahasa Betawi, dan "Enci" yang berarti ibu dalam bahasa Tionghoa.
Versi kedua mengacu pada rasa hidangan ini yang sulit dikategorikan. Bukan gulai, bukan opor, bukan kari, dan juga bukan sop. Ketidakjelasan inilah yang kemudian memunculkan nama "babanci", yang dalam bahasa Betawi berarti campur-campur tetapi tetap enak.
Warisan Turun-temurun yang Terancam
Resep Ketupat Babanci biasanya merupakan warisan keluarga yang diturunkan dari generasi ke generasi. Namun, karena bahan baku yang semakin langka dan waktu memasak yang relatif lama, hidangan ini kini hanya disajikan pada acara-acara khusus seperti festival atau hari besar.
Harga satu porsi Ketupat Babanci lengkap dengan minuman biasanya berkisar antara Rp 25.000 hingga Rp 35.000.
Ketupat Babanci adalah bagian penting dari identitas kuliner Betawi yang sayangnya semakin tergerus oleh zaman. Di tengah banyaknya makanan instan dan kuliner dari luar negeri, keberadaan hidangan tradisional seperti ini menjadi semakin penting untuk diperkenalkan kepada generasi muda.
Jika tidak ada yang mewarisi dan melestarikan, bukan tidak mungkin Ketupat Babanci hanya akan menjadi kenangan dalam buku resep kuliner nusantara yang terlupakan.