Pemerintah Pusat Diminta Bertanggung Jawab atas Kerusakan Lingkungan Akibat Tambang Nikel di Raja Ampat

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Hanif Faisol Nurofiq, memberikan tanggapan serius terhadap laporan mengenai aktivitas pertambangan di Raja Ampat, Papua Barat Daya, yang berpotensi merusak lingkungan. KLHK berencana mengambil langkah hukum setelah melakukan kajian mendalam terkait dugaan pelanggaran lingkungan.

"Raja Ampat menjadi perhatian utama kami. Tim kami telah melakukan pemetaan, dan dalam waktu dekat kami akan terjun langsung ke lapangan," ujar Menteri Hanif di sela-sela peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia 2025 di Kabupaten Badung, Bali.

Tindakan ini merupakan respons atas kekhawatiran publik mengenai dampak negatif pertambangan nikel terhadap ekosistem Raja Ampat, yang dikenal sebagai destinasi wisata unggulan dengan keindahan alam yang memukau.

"Saya akan segera mengunjungi Raja Ampat untuk meninjau langsung kondisi di lapangan dan memverifikasi informasi yang beredar di media dan masyarakat," tegasnya.

Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, menyatakan akan memanggil para pemegang izin tambang nikel di Raja Ampat untuk mengevaluasi kegiatan operasional mereka.

Pemerintah Daerah melalui Bupati Raja Ampat, Orideko Burdam, menjelaskan bahwa kewenangan perizinan dan pengawasan pertambangan berada di tangan pemerintah pusat. Gubernur Papua Barat Daya, Elisa Kambu, juga menyampaikan hal serupa, menekankan pentingnya koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah dalam pengelolaan sumber daya alam di Raja Ampat.

"Kami berharap pemerintah pusat dapat menjalin komunikasi yang baik dengan pemerintah daerah. Raja Ampat adalah kekayaan kita bersama, dan harus dijaga kelestariannya," ujar Elisa Kambu.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kehutanan dan Pertanahan Provinsi Papua Barat Daya, Julian Kelly Kambu, mengungkapkan bahwa terdapat dua perusahaan yang secara aktif mengelola tambang nikel di Raja Ampat, yaitu PT GAG Nikel dan PT Kawei Sejahtera Mining. Kedua perusahaan tersebut telah memperoleh izin usaha sejak wilayah tersebut masih menjadi bagian dari Provinsi Papua Barat. Selain itu, terdapat beberapa perusahaan lain yang memiliki izin usaha pertambangan (IUP) sebelum terbentuknya Provinsi Papua Barat Daya.

Bupati Raja Ampat, Orideko Burdam, menyampaikan kekecewaannya atas terbatasnya kewenangan pemerintah daerah dalam mengawasi aktivitas pertambangan. Ia khawatir bahwa kegiatan pertambangan yang tidak terkendali dapat merusak hutan dan ekosistem Raja Ampat.

Berikut daftar perusahaan yang disebut:

  • PT GAG Nikel
  • PT Kawei Sejahtera Mining

Dirangkum dari berbagai sumber, masalah utama yang diangkat adalah:

  • Dugaan kerusakan lingkungan akibat aktivitas tambang nikel
  • Kewenangan perizinan dan pengawasan yang terpusat
  • Kurangnya koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah
  • Kekhawatiran akan keberlanjutan ekosistem Raja Ampat