Filosofi Ketupat: Warisan Sunan Kalijaga dan Makna Simbolis Lebaran

Ketupat, hidangan yang tak lekang oleh waktu, selalu hadir memeriahkan perayaan Idul Fitri dan Idul Adha di Indonesia. Lebih dari sekadar pelengkap hidangan, ketupat menyimpan makna mendalam yang diwariskan secara turun-temurun. Sunan Kalijaga, seorang tokoh Wali Songo, menggunakan ketupat sebagai media dakwah pada abad ke-15 dan 16, menjadikannya simbol perayaan hari raya umat Islam pada masa pemerintahan Raden Patah dari Kesultanan Demak.

Tradisi ketupat kemudian menyebar luas di Jawa dan menjadi bagian tak terpisahkan dari perayaan Idul Fitri dan Idul Adha. Bentuknya yang khas, belah ketupat yang dibungkus anyaman janur kuning, bukan sekadar estetika visual, melainkan representasi nilai-nilai luhur yang dikenal sebagai "laku papat". Empat makna utama ini meliputi:

  • Lebaran (Pintu Maaf Terbuka Lebar): Kata "lebaran" berasal dari kata "lebar," melambangkan terbukanya pintu maaf seluas-luasnya. Setelah berpuasa Ramadan atau berkurban pada Idul Adha, umat Islam diharapkan saling memaafkan dan memulai lembaran baru yang lebih bersih. Ketupat menjadi simbol keharmonisan, mewujudkan perasaan saling memaafkan dalam pertemuan keluarga dan silaturahmi.

  • Luberan (Berbagi Rezeki): "Luberan" berasal dari kata "luber," berarti melimpah. Ini mencerminkan semangat berbagi, khususnya melalui sedekah, zakat, atau berbagi daging kurban kepada yang membutuhkan. Luberan dimaknai sebagai keikhlasan memberi, tidak hanya materi, tetapi juga perhatian, waktu, dan kasih sayang kepada sesama.

  • Leburan (Melebur Dosa): "Leburan" berasal dari kata "lebur," berarti melebur atau menghapus. Ini melambangkan harapan agar dosa dan kesalahan selama setahun terakhir dapat dilebur melalui pertobatan, ibadah, dan permohonan maaf. Perayaan Idul Fitri dan Idul Adha menjadi momen penyucian diri dari dosa dan kesalahan.

  • Laburan (Kembali Suci): "Laburan" berasal dari kata "kapur," bahan pemutih. Ini melambangkan niat untuk kembali suci, bersih seperti bayi yang baru lahir. Tujuan utama dari setiap ibadah adalah menjadi manusia yang lebih baik, bebas dari iri, dengki, dan dosa. Ketupat menjadi representasi pembersihan jiwa, refleksi diri, dan harapan memulai kehidupan baru yang lebih baik.

Ketupat, dengan kesederhanaannya, bukan hanya makanan tradisional. Ia adalah warisan budaya dan simbol nilai-nilai penting: memaafkan, berbagi, menebus kesalahan, dan menyucikan diri. Filosofi ketupat tetap relevan sebagai pengingat nilai-nilai luhur dalam kehidupan, menjadikannya bagian tak terpisahkan dari perayaan Idul Fitri dan Idul Adha.