WALHI Menggugat UU Cipta Kerja ke MK: Persetujuan Lingkungan Dinilai Rawan

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) secara resmi melayangkan gugatan uji materiil ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait dengan Undang-Undang Cipta Kerja Nomor 2 Tahun 2022. Gugatan ini difokuskan pada Pasal 13 huruf (b) yang dinilai menghilangkan esensi izin lingkungan demi mempermudah investasi.

Direktur Eksekutif WALHI, Zenzi Suhadi, menjelaskan bahwa pasal yang dipermasalahkan tersebut menggantikan izin lingkungan dengan klausul persetujuan lingkungan. Perubahan ini, menurut WALHI, berpotensi mengabaikan prinsip kehati-hatian dan partisipasi publik dalam proses pengambilan keputusan terkait lingkungan. Penghapusan izin lingkungan dalam perizinan usaha akan berdampak besar pada kerusakan lingkungan.

"Selama ini, sebelum izin usaha diterbitkan, izin lingkungan adalah sebuah kewajiban. Sekarang, kewajiban itu ditiadakan dan diganti dengan persetujuan lingkungan," tegas Zenzi di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat.

Perbedaan mendasar antara izin lingkungan dan persetujuan lingkungan terletak pada prosesnya. Izin lingkungan mensyaratkan adanya sidang komisi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang melibatkan berbagai pihak, termasuk organisasi lingkungan dan masyarakat yang berpotensi terkena dampak. Proses ini membuka ruang bagi partisipasi publik dan pertimbangan aspek lingkungan yang komprehensif. Menurut WALHI, mekanisme persetujuan lingkungan dalam UU Cipta Kerja tidak menjamin proses partisipatif dan transparan seperti dalam izin lingkungan.

Mulya Sarmono, kuasa hukum pemohon dari WALHI, menambahkan bahwa penghilangan klausul izin lingkungan bertentangan dengan sejumlah pasal dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia. Pasal-pasal tersebut antara lain Pasal 1 Ayat 3 dan Pasal 28H Ayat 1 yang berkaitan dengan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Selain itu, juga bertentangan dengan Pasal 28C Ayat 1 dan 2 yang menjamin hak pengembangan diri dan hak kolektif, termasuk hak untuk berpartisipasi secara bermakna dalam proses pengambilan keputusan.

Dalam petitumnya, WALHI meminta kepada MK untuk membatalkan Pasal 13 huruf b UU Cipta Kerja, kecuali jika frasa "persetujuan lingkungan" dimaknai sama dengan "izin lingkungan." Dengan kata lain, WALHI berharap MK memerintahkan agar proses persetujuan lingkungan tetap melibatkan partisipasi publik yang luas dan pertimbangan aspek lingkungan yang mendalam, sebagaimana yang selama ini diatur dalam mekanisme izin lingkungan. Gugatan ini diajukan dengan harapan dapat mengembalikan perlindungan hukum terhadap lingkungan hidup di Indonesia dan memastikan bahwa pembangunan ekonomi tidak dilakukan dengan mengorbankan kelestarian alam dan hak-hak masyarakat.

Berikut adalah poin-poin penting gugatan WALHI:

  • Pasal yang Digugat: Pasal 13 huruf (b) UU Cipta Kerja
  • Alasan Gugatan: Penghilangan izin lingkungan dan diganti dengan persetujuan lingkungan.
  • Dampak yang Dikhawatirkan: Berkurangnya partisipasi publik dan potensi pengabaian aspek lingkungan dalam pengambilan keputusan.
  • Dasar Hukum Gugatan: Pasal 1 Ayat 3, Pasal 28H Ayat 1, dan Pasal 28C Ayat 1 dan 2 UUD Republik Indonesia.
  • Permohonan WALHI: MK membatalkan Pasal 13 huruf b UU Cipta Kerja atau memaknai "persetujuan lingkungan" sama dengan "izin lingkungan."