Investigasi Tambang Nikel Raja Ampat Digencarkan, KKP Kirim Tim ke Lokasi
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengambil langkah cepat dalam menanggapi isu kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh aktivitas pertambangan nikel di wilayah Raja Ampat, Papua Barat Daya. Sebuah tim khusus telah diterjunkan untuk melakukan pemeriksaan mendalam terhadap kegiatan pertambangan tersebut. Langkah ini diambil menyusul laporan dan kekhawatiran mengenai dampak negatif pertambangan terhadap ekosistem pariwisata yang menjadi andalan Raja Ampat.
Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP), Pung Nugroho Saksono, mengungkapkan bahwa tim yang dikirimkan terdiri dari personel Polisi Khusus (Polsus) KKP. Tugas utama mereka adalah mengumpulkan data dan informasi akurat di lapangan untuk mengetahui sejauh mana dampak pertambangan terhadap lingkungan pesisir dan perairan Raja Ampat. Hasil investigasi ini akan menjadi dasar bagi KKP untuk mengambil tindakan selanjutnya.
"Kami sudah menurunkan tim dari Polsus ke Raja Ampat. Saat ini, kami masih menunggu hasil pemeriksaan mereka. Setelah tim kembali dan memberikan laporan lengkap, kami akan segera menyampaikan informasi lebih lanjut," ujar Pung Nugroho Saksono di Jakarta.
Lebih lanjut, Pung Nugroho Saksono menegaskan komitmen KKP untuk memperketat perlindungan terhadap Raja Ampat. Status Raja Ampat sebagai salah satu destinasi wisata super prioritas menjadi alasan utama bagi KKP untuk memberikan perhatian khusus terhadap wilayah ini.
Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, menyatakan bahwa pihaknya akan berkoordinasi dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) terkait isu pertambangan nikel di Raja Ampat. Koordinasi lintas kementerian ini dianggap penting untuk mencari solusi terbaik yang dapat menjaga keseimbangan antara kepentingan ekonomi dan kelestarian lingkungan.
Isu kerusakan lingkungan di Raja Ampat pertama kali mencuat ke publik melalui laporan dari organisasi non-pemerintah (NGO) Greenpeace Indonesia. Berdasarkan investigasi yang dilakukan Greenpeace, aktivitas pertambangan nikel telah merambah sejumlah pulau kecil di Raja Ampat, seperti Pulau Gag, Pulau Kawe, dan Pulau Manuran. Aktivitas ini diduga melanggar Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, yang melarang kegiatan pertambangan di pulau-pulau kecil.
Menurut analisis Greenpeace, eksploitasi nikel di pulau-pulau tersebut telah menyebabkan kerusakan hutan dan vegetasi alami seluas lebih dari 500 hektare. Selain itu, aktivitas pertambangan juga menyebabkan limpasan tanah yang memicu sedimentasi di pesisir, yang berpotensi merusak terumbu karang dan ekosistem perairan Raja Ampat.
Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, Iqbal Damanik, menyatakan bahwa pertambangan nikel mengancam keanekaragaman hayati Raja Ampat yang sangat kaya. Ia mendesak pemerintah untuk mengkaji ulang kebijakan industrialisasi nikel yang dinilai telah menimbulkan banyak masalah lingkungan.
Raja Ampat dikenal sebagai rumah bagi 75 persen spesies karang dunia dan lebih dari 2.500 spesies ikan. Selain itu, daratan Raja Ampat juga memiliki 47 spesies mamalia dan 274 spesies burung. Keunikan dan kekayaan alam Raja Ampat telah diakui oleh UNESCO sebagai global geopark.