Polemik Rumah Subsidi 18 Meter Persegi: Pengembang Mengkritik, Kementerian PKP Menampung Aspirasi

Rencana pemerintah untuk memperkecil luas minimal rumah subsidi menjadi 18 meter persegi menuai kritik dari kalangan pengembang. Kebijakan ini dinilai tidak ideal untuk keluarga, bahkan disamakan dengan gudang atau apartemen studio tanpa kamar.

Menanggapi kritik tersebut, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PKP) melalui Direktur Jendral Perumahan Perkotaan, Sri Haryati, menyatakan bahwa pihaknya terbuka terhadap masukan dari para pengembang dan saat ini tengah membahasnya secara seksama. Pemerintah berjanji akan mempertimbangkan berbagai aspek sebelum mengambil keputusan final.

Ketua Umum DPP Asosiasi Pengembangan dan Pemasaran Rumah Nasional (Asprumnas), Muhammad Syawali Pratna, secara tegas menolak rencana tersebut. Menurutnya, rumah dengan luas 18 meter persegi tidak layak huni bagi keluarga, terutama yang memiliki anak. Ia menggambarkan bahwa hunian sekecil itu lebih menyerupai gudang atau apartemen studio yang minim ruang.

"Bagaikan gudang ya. Gudang kan karena gini, kamar mandi kan juga harus ada sekatnya. Masa kamar mandi, nggak ada sekat? Sekat itu kan membatasi ruang," ucapnya pada Selasa (3/6/2025) lalu.

Syawali menjelaskan bahwa dengan luas yang terbatas, hanya kamar mandi yang mendapatkan sekat permanen, sementara dapur dan area jemuran harus berbagi ruang di bagian belakang rumah. Untuk memberikan ruang yang layak, termasuk kamar tidur, ia mengusulkan luas minimal 21 meter persegi dengan ukuran kamar sekitar 2,5 x 2,5 meter. Dengan luas tersebut, masih memungkinkan untuk menata ruang tamu, ruang makan, kamar mandi, area jemur, serta tempat memasak dan menyetrika.

Keraguan serupa juga diungkapkan oleh Ketua Umum DPP Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (APERSI), Junaidi Abdillah. Ia berpendapat bahwa rumah berukuran 18 meter persegi lebih cocok untuk hunian sementara seperti apartemen, kontrakan, kos-kosan, atau rumah singgah, bukan untuk tempat tinggal jangka panjang.

Sementara itu, Ketua Umum DPP Realestat Indonesia (REI), Joko Suranto, mengingatkan bahwa standar luas rumah subsidi perlu mempertimbangkan Standar Nasional Indonesia (SNI) dan rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Ia menyarankan agar rumah tipe 18 meter persegi lebih difokuskan pada pengembangan hunian vertikal.

"Kalau secara standar SNI atau WHO kan, itu juga harus dipikirkan sehingga kebijakan menjadi proper lah. Sehingga ada kajian yang mendasari hal itu," kata Joko kepada detikProperti, Sabtu (31/5/2025).

Menteri PKP sendiri menyatakan keterbukaannya terhadap kritik dan saran terkait rancangan Peraturan Menteri PKP tersebut. Ia mendorong para pengembang untuk memberikan masukan konstruktif agar kebijakan yang dihasilkan benar-benar tepat sasaran dan memenuhi kebutuhan masyarakat.

Ara menilai luas lahan rumah subsidi yang tidak terlalu luas sangat sesuai dengan kebutuhan dan ketersediaan lahan yang semakin terbatas. Ia meyakini rumah subsidi dengan desain yang baik bisa dibangun bertingkat dan sesuai kebutuhan konsumen walaupun lahannya terbatas.

"Sekarang saya mau lihat desain-desainnya. Bisa buat tingkat nggak? Soalnya tanahnya kan mahal. Masa kita kalah dari masalah? Kalau tanahnya mahal, selama ini ruang bisa dibangun tingkat jadi kita jangan mau kalah dari masalah? Desain-desain rumahnya dari dulu gitu-gitu aja. Kita bikin desain yang bagus. Nanti tunggu kejutannya. Saya akan expose desain-desain rumah yang bagus," ungkapnya.