Frustrasi Penanganan Kasus, Korban Dugaan Kekerasan Seksual di Maluku Barat Daya Ancam Aksi Protes Ekstrem

Kasus dugaan kekerasan seksual yang melibatkan seorang anggota DPRD di Kabupaten Maluku Barat Daya (MBD), Maluku, memasuki babak baru. Merasa frustrasi dengan lambatnya penanganan perkara yang dilaporkannya, korban berinisial SM mengancam akan melakukan aksi protes ekstrem dengan tidur di kantor Mapolres MBD.

SM, yang merupakan warga Kabupaten MBD, mengungkapkan kekecewaannya atas proses hukum yang dinilai tidak menunjukkan perkembangan signifikan sejak laporan diajukannya pada April 2024 lalu. Menurutnya, janji keadilan yang diharapkan tak kunjung tiba, membuatnya mempertimbangkan langkah nekat tersebut sebagai bentuk ekspresi kekecewaan dan tuntutan atas haknya.

"Laporan sudah dari tahun lalu tapi sepertinya tidak ada kejelasan," ujar SM, Kamis (6/5/2025). "Saya sampaikan ke kuasa hukum saya juga kalau masih seperti ini beta nekat tidur di kantor polres. Ini soal keadilan buat beta dan harga diri."

Rencana aksi tersebut akan direalisasikan jika tidak ada perkembangan berarti dalam waktu dekat. SM merasa tertekan karena terduga pelaku, yang diidentifikasi sebagai AL, seorang anggota DPRD MBD, belum juga menjalani pemeriksaan meskipun bukti-bukti telah diserahkan kepada pihak berwajib.

Kuasa hukum korban, Dany Unulula, membenarkan rencana kliennya tersebut. Ia menjelaskan bahwa aksi tersebut merupakan bentuk kekecewaan atas lambatnya penanganan kasus yang sudah berjalan hampir satu tahun tanpa kejelasan yang berarti.

"Korban itu rencana mau tidur. Ini soal menuntut keadilan. Ada kekecewaan hampir satu tahun perkara tidak ada kejelasan. Harusnya dari penyelidikan ke penyidikan itu satu tahun sudah cukup, tapi jalan ditempat," kata Dany Unulula.

Unulula menambahkan, kliennya telah memberikan berbagai bukti pendukung, termasuk keterangan saksi-saksi dan hasil pemeriksaan kesehatan di Rumah Sakit Khusus Daerah (RSKD) Nania Kota Ambon. Namun, upaya tersebut belum membuahkan hasil yang diharapkan.

Sementara itu, pihak kepolisian melalui Kabid Humas Polda Maluku, Kombes Polisi Areis Aminnulla, mengakui adanya sejumlah kendala dalam proses penyelidikan kasus yang melibatkan oknum anggota DPRD Kabupaten MBD berinisial AL sebagai terlapor.

Meski demikian, Kombes Areis membantah tudingan bahwa kasus dugaan Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) di Polres Maluku Barat Daya (MBD) mandek. Ia menegaskan bahwa tim penyelidik dari Satreskrim Polres MBD terus bekerja untuk mengusut tuntas perkara ini.

"Saksi-saksi yang telah diperiksa termasuk saksi korban dan terlapor. Dalam kasus pencabulan diperiksa sebanyak 5 orang, sementara kasus persetubuhan diperiksa sebanyak 6 orang. Terlapor sendiri telah diperiksa pada 13 Januari 2025," ungkap Kombes Areis.

Kombes Areis menjelaskan bahwa beberapa hambatan yang dihadapi antara lain minimnya saksi pada TKP pertama yang terjadi pada tahun 2021. Selain itu, jeda waktu antara kejadian dan pelaporan juga menjadi kendala dalam proses visum.

  • Minim saksi pada TKP pertama (Kejadian 2021)
  • Jeda waktu laporan. Kejadian pada Mei 2021 baru dilaporkan pada 2 April 2024
  • Kesulitan Memintai Keterangan Ahli: Hasil koordinasi Kanit PPA Aipda Boby Risakotta dengan dr. Ade Linggi di RSKD Ambon menunjukkan bahwa keterangan dokter psikologi tersebut belum bisa diambil hingga saat ini karena alasan kesibukan melayani pasien lain.

"Sehingga tidak bisa dilakukan visum, karena pada Agustus 2023, korban mengandung anak ke-4, dan 12 April 2024 melahirkan," terang Kombes Areis.

Selain itu, pihak kepolisian juga mengalami kesulitan dalam meminta keterangan ahli psikologi dari RSKD Ambon karena kesibukan yang bersangkutan.